Pilihan Akia

Di ruang paling gaduh di sebuah dusun,  Akia menatap jauh langit biru yang perlahan memerah. Anak-anak bermain-main di sekitarnya. Ragam permainan yang sulit dijumpai tengah dimainkan anak di kotanya dulu.

Lelaki tua berotot lengkung baru saja pulang dari ladang menenteng peralatan. Istri-istri mereka menyambut di pintu rumah. Pemandangan menyenangkan lainnya.

Berhari-hari telah terlewati. Ia menghitung setiap hari yang berlalu dengan jemarinya. Sembilan puluh hari sudah. Belum cukup seratus hari pun, apalagi jika menghitung sampai setahun penuh. Hari masih panjang.

Setengah tahun nanti, ia bisa memutuskan apakah harus pergi atau menetap. Pergi berarti ia akan meninggalkan segala "kemewahan" pemandangan dan kehangatan yang tak ia jumpai di kotanya. Jika harus menetap, ada banyak rasa yang harus tertahan di dadanya.

Sekali lagi melihat anak-anak bermain di sekitarnya, ibu bapak yang begitu harmonis, dan segala sumber daya yang melimpah ruah, ia paham harus memilih apa. Bukan hanya segala "kemewahan" itu, namun tentang siapa yang membutuhkannya dengan sangat.*(Na/271019)

0 komentar