Ketika Kucing Lenyap

Budi dan Ibunya sedang berpikir keras tentang nasib kucing-kucing jalanan yang mereka selamatkan dari kemelaratan dan kerasnya hidup di jalanan. Rumah mereka sudah lebih mirip istana kucing yang dihuni tiga generasi kucing yang semula hanya berjumlah empat pasang lalu beranakpinak menjadi dua puluh ekor. Alih-alih memikirkan mencari istri, Budi lebih tertarik memikirkan nasib para kucing betina yang terus menerus melahirkan.

Kepala Ibu Budi makin berat tatkala memikirkan bagaimana menghidupi para kucing selepas usaha susu kedelai yang bangkrut pasca naiknya harga kedelai. Beberapa saat setelah mereka berdebat hebat tentang usaha baru, tiba-tiba terdengar keributan kucing yang saling mengamuk. Budi menengok ke ruang keluarga dan menemukan para kucing berhamburan di sofa dan karpet dengan TV menyala menyiarkan acara memasak.

"Oh, rupanya itu suara perkelahian kucing di jalan. Tepat di depan rumah." Kata ibu setelah mengamati dari depan pintu. "ahha... bagaimana jika kita pungut geng kucing yang sedang berkelahi itu?"

Budi terkejut mendengar usul ibu. Padahal baru saja ibu ingin membuka usaha adopsi kucing peliharaan mereka.

"Bukan untuk menambah adopsi, ini untuk mewujudkan usahamu, susu kucing. Carmela, Susana, dan Imelda juga lagi hamil. Biasanya produksi susunya banyak."

Sejujurnya Budi menyesal mengungkapkan ide gila yang keluar saat pikirannya sedang sempit. Ia tak sampai hati melakukannya. Mereka sudah menemukan racikan susu kucing yang akan dicampur olahan kedelai. Tapi keesokan harinya saat mereka membuka mata, seluruh kucing di rumah sudah lenyap. Anehnya tak ada tetangga yang mengenal makhluk bernama kucing dan bersuara meong.

Kucing lenyap tak dikenali sebagai binatang. Budi dan ibunya makin pusing. Tepat tengah malam yang sunyi, di depan rumah mereka terdengar suara erangan para kucing yang mengamuk. Tidak bertengkar tapi menyiratkan murka. Ah, kucing-kucing sudah tiba di bumi lagi. Ia menutup mata dan telinga tak ingin mendengar dan berharap lelap melupakan halusinasinya.

0 komentar