Jangan Pergi, Bu!

Seorang perempuan berhijab cokelat keluar meninggalkan gedung bertingkat tiga. Langkahnya tidak segesit biasanya, seakan ada beban yang baru saja menempel memberati kedua tungkainya. Menuju pagar, ia semakin memelankan langkah hingga nyaris terlihat berhenti jika dipandang dari kejauhan.

Ia menyeka pipi yang basah. Jika bisa, ia pun juga ingin memakai kacamata hitam, bermaksud menyembunyikan kedua matanya yang ia yakini serupa penampakan setan melotot dalam film horor. Namun, jika saja tak ada satpam dan sekelompok orang di sekitar gerbang, ia bakal bodo amat.

Ia hanya tak ingin terlihat sedang tidak baik-baik saja. Ia menghindari pertanyaan beranak-pinak yang akan lahir dari kondisinya. Ia hanya ingin pergi dengan tenang dan damai meninggalkan sekolah yang telah mewarnai hidupnya dua tahun terakhir. Tidak lama, namun juga tidak cepat.

*

"Bu, kenapa harus pergi?" Tanya seorang siswa yang duduk di barisan pertama setelah Ibu guru mengumumkan pertemuan terakhir dengan para siswanya.

"Ada urusan di tempat lain, nak!" Bu guru menyungging senyum dari bibir tak bergincu.

"Duh Ibu, kenapa harus pergi di saat lagi sayang-sayangnya, sih?" Siswi berkacamata lalu buku di atas mejanya tepat setelah menyampaikan isi hatinya.

"Iya Bu, kenapa mesti tinggalkan kami di saat saya sudah memahami pelajaran Ibu? Sudah suka, mulai cinta!" Sebuah suara terdengar tertahan tanpa jelas pemiliknya.

"Sabar dan tetap semangat ya! Ibu pergi, tapi kalian akan tetap belajar. Guru pengganti segera masuk pekan depan! Lebih bagus dari Ibu." Perempuan itu senyum lagi. Meski dalam hatinya ada perasaan perih yang mulai menjalar.

"Guru baru, adaptasi lagi dong Bu!" Satu per satu siswa kemudian berkomentar.

"Iya, kita maunya Ibu saja!"

Setelah siswa terakhir berbicara, mereka langsung maju ke tempat Ibu guru berdiri, persis di tengah dan memeluknya. Suasana kelas yang tadinya tegang bercampur serius menjadi lebih dramatis.😷

Belasan menit perpisahan kecil itu terjadi. Jika bukan karena bel pergantian pelajaran dibunyikan berulang kalihe, perempuan itu sudah kewalahan, sesak, dan terpancing menangis. Benar saja, ia terpancing dan keluar kelas dengan mata merah.

0 komentar