6 Respons yang Sebaiknya Kamu Hindari Saat Berada di Dekat Korban Kecelakaan


Bagaimana perasaanmu sebagai si sakit jika seseorang menyampaikan hal begini: 
"Kasian banget Ya Allaah, lukanya parah banget. Ih takut aku lihat darahnya merah gitu".

Atau
"Makanya kalo naik motor jangan pake earphone!!"

Terkadang, beberapa orang tidak menyadari bahwa respons, tanggapan dan ucapannya kepada seseorang yang sakit atau terkena musibah kecelakaan berpengaruh negatif. Beberapa waktu lalu, saya mengalami musibah kecelakaan. Sebenarnya tidak amat parah, tapi siapapun yang mengalaminya pasti shock. Hal yang sama juga saya rasakan; lemas dan shock. Semakin down karena respons orang-orang di sekitar saya yang membuat saya pesimis, sedih dan takut.

Tanpa mengurangi rasa terima kasih saya kepada orang-orang yang telah begitu baik menolong saya dan telah begitu peduli dengan kondisi saya, akan saya tuliskan beberapa hal yang bisa dipertimbangkan jika berada di dekat korban kecelakaan atau si sakit. 



Balut lukanya biar gak kelihatan

1. Mengungkapkan ekspresi negatif secara berlebihan dan berulang-ulang


"Kasian banget lukanya lebar, pasti lama sembuhnya, berbekas nanti". 


"Aih, mengerikan sekali lukamu".

Keadaan hati saya turun drastis, tidak bersemangat, pesimis dan down sewaktu mendengar orang-orang sekeliling saya terus mengungkapkan betapa luka yang saya alami mengerikan; lebar, penuh darah dan pasti terasa perih disertai slang simpati khas daerah kami. Bukan hanya orang-orang yang berada di lokasi kejadian, beberapa keluarga yang datang menjenguk juga mengatakan hal serupa.

Maka, untuk menghindarinya saya kadang menolak bertemu orang bahkan saya mengancam orang serumah agar tak mengomentari luka saya atau saya menyembunyikannya. Gaes, respons semacam itu entah kenapa tertinggal di benak saya. Apalagi saat melihat ekspresi mereka; membuat saya semakin khawatir kalau saya bakal sembuh lama atau ada apa-apa.

2. Mengkritisi kondisi fisik

"Kasian, jalannya jadi pincang, ga bisa ambil makan sendiri!" 


"Kok kamu tiap hari pucat sih?" 

Mereka mengungkapkannya dengan ekspresi simpati. Sekali lagi saya berterima kasih karena telah bersimpati. Namun, ketika kalimat itu diungkapkan setiap hari, si sakit bakal menjadi kurang semangat. Bisa jadi semakin mengasihani dirinya sendiri dan mengeluhkan kondisinya.

3. Menyalahkan; akibat terjadinya musibah dan berandai-andai

"Makanya, jangan kencang bawa motor!" 


"Berani sekali memang kamu ini, perjalanan jauh begitu malah naik motor!"

"Seandainya pake jeans pasti gak kejadian begini!"

Ketika segalanya telah terjadi, kondisi buruk, menyalahkan sikap korban sebagai penyebab musibahnya sendiri dan berandai-andai agar terhindar musibah adalah respons paling sia-sia dan seburuk-buruknya. Siapapun, jika tahu akan terjadi hal buruk, pasti mengambil sikap aman. Tak ada yang ingin celaka.

Belum tenang kondisi batin dan psikologis, lalu harus turut memikirkan kesalahan dan kelalaian. Padahal, di benak sendiri sudah muncul penyesalan. Lalu harus makin berlapis rasa itu karena dipersalahkan. Saya stres! Saya menutup telinga tiap kali mendengar obrolan bapak berbincang dengan keluarga menceritakan kejadiaan naas dan responsnya adalah pengandaian dan saya sebagai "terdakwa".

4. Menyebar kabar kejadian disertai foto


Sependek yang saya ingat, saat kecelakaan terjadi tidak ada satu pun yang memegang ponsel dan mengarahkan kepada saya selain menggenggamnya untuk mencari bantuan. Sebab sebaiknya memang tidak perlu memotret si sakit. Apalagi jika keadaannya memprihatinkan; bersimbah darah. Karena kebiasaan kita, mengambil gambar untuk disebar ke dunia maya. Saya akan sangat sedih jika tanpa sepengetahuan saya ada pengendara motor yang mengambil gambar saya dengan kondisi buruk dan sebagian aurat saya terlihat lalu diungg
ah ke media sosial.

Jika harus mengabarkan peristiwa sebagai pelajaran untuk berhati-hati, sebaiknya cukup memotret kendaraan dan lokasi disertai deskripsi. Please banget, foto korban jangan diunggah. Betapa menyedihkan jika orang terdekat malah mengetahui kabar buruk itu dari dunia maya.


Lalu biasanya kabar seperti itu disebar oleh akun-akun yang memang untuk memviralkan peristiwa sebagai pembelajaran yang belum tentu dikehendaki korban. Niatnya baik, tapi bisa dong tanpa foto korban.

5. Membahas kejadian berulangkali


Peristiwa kecelakaan memberi luka; fisik dan batin. Luka fisik akan segera sembuh setelah regenerasi sel. Luka batin butuh waktu lama, bahkan terkadang membekaskan trauma berkepanjangan.  Membahas peristiwa buruk berulang kali akan memicu poin 1 sampai 3 yang akan semakin menguatkan memori pada pengalaman buruk. Betapa saya terus terngiang akan hal yang lebih buruk ketika kelak berkendara dengan motor lagi kala kejadian buruk yang telah saya alami didramatisasi. Baper saya!

6. Mengisahkan peristiwa serupa dengan akhir yang tragis

"Pernah ada orang yang begitu, lalu dia ..... mati".

Dan banyak cerita kecelakaan lalu lintas yang disampaikannya. Ketika saya berada di lokasi kejadia
n, di atas mobil menuju pulang, di rumah, saya mendengar semua cerita lain yang serupa tapi tak sama dengan yang saya alami. 

Saya ngeri, semakin trauma, khawatir dan takut berkendara lagi. Mungkin tujuan mereka menceritakannya adalah sebagai pembanding bahwa saya termasuk yang beruntung tidak mengalami akhir tragis. Atau agar ke depannya lebih berhati-hati lagi. Tapi hey, jangan menyepelekan musibah. Setiap korban merasakan perasaan yang sama dengan level yang berbeda.

Kondisi mental setiap orang pun berbeda. Saya mungkin termasuk yang lemah. Jika ada yang merasa bahwa apa yang saya sebutkan bukanlah masalah sebab berprinsip bahwa kita tidak bisa mengontrol respons orang dan segalanya bergantung pada cara kita menanggapi. Tapi percayalah, kondisi psikologis ketika sakit dan sehat berbeda.

Tidak ada salahnya menghindari hal-hal tersebut dan mengganti dengan respons yang lebih menenangkan dan saran-saran pengobatan untuk mempercepat pemulihan. Respons orang seringkali spontan sehingga tak terduga, dan mungkin adalah tanggapan alami. It's okay, tapi sebaiknya tidak perlu diulang-ulang sampai ekspresi si sakit yang tadinya anteng, sakit, malah berubah berkeringat dingin dan pucat.* (Na/110919) 

0 komentar