Ramainya Kelas Bersama Kakak Relawan

Makassar, 2 April 2016

Lima belas menit berlalu sejak pertama kali kelas kami mulai. Hari itu kami kedatangan kakak relawan baru. Senang, tentu saja! Kami memberinya ruang untuk berkenalan dengan adik-adik. Seperti biasa, mereka menyerbu dengan pertanyaan-pertanyaan umum. Kak di manaki kuliah? Berapami umurta’? Kapanki lahir? dan lain-lain. Dari perkenalan itu, kami, khususnya saya, akhirnya tahu, kakak relawan itu bernama Firdha. Dia berkuliah di UMI, jurusan Farmasi semester akhir. Alasan gabung jadi relawan saat saya tanyakan adalah sama seperti kebanyakan alasan yang diutarakan mahasiswa semester akhir, cari kesibukan. Lebih tepatnya sih, cari kesibukan lain selain fokus dan ‘terbebani’ dengan yang namanya skripsi.

Di lima belas menit itu, kelas dikejutkan dengan kedatangan Kak Hikmah. Kontan saya memeluk dia, pertanda kalau saya amat rindu. Saya tahu dia sedang di Makassar waktu itu. Kedatangannya di kelas NBS pagi itu adalah kejutan manis bagi saya dan adik-adik yang sudah merindukannya. Oh ya, pagi tadi sebenarnya dia sempat mengirim pesan via LINE bahwa dia akan mengusahakan untuk hadir di kelas. Tapi karena saya tahu kepulangannya ke Makassar bukan tanpa alasan dan kesibukan, maka saya tidak terlalu berharap banyak. Makanya, saya amat senang saat dia benar-benar hadir di kelas.

Terlebih lagi, saat itu kelas sudah diisi oleh empat kakak relawan, Dewi, Firdha, Kak Mely dan saya. Kehadiran Kak Hikmah tentu saja menambah semarak kelas pagi itu. Permainan-permainan sudah kami suguhkan kepada adik-adik di awal pertemuan. Seperti biasa, kami selalu berharap bahwa permainan bisa menstimulus adik-adik agar semangat dan fokus untuk belajar.

Saya menyampaikan bahwa pertemuan kali itu adalah pertemuan kedua dari terakhir. Beberapa adik terlihat kurang senang, ada yang melontarkan kalimat; deh Kak cepatnya! Beberapa terdengar melenguh pertanda kecewa.

“Makanya, mari kita manfaatkan kesempatan dan waktu ini dengan sebaik-baiknya!”

Kami sepakat untuk memberi tugas menulis kepada adik-adik. Tema tulisannya adalah ‘Aku dan Kakak Relawan’. Tema yang sudah sejak lama ingin kami angkat untuk dituliskan, tapi baru hari itu terealisasikan. Kami ingin tahu seberapa besar mereka memperhatikan kami, seberapa jauh mereka peduli terhadap kehadiran kami di kelas mereka setiap dua pekannya, dan seberapa kenal mereka dengan kami.

Beberapa adik ternyata tidak paham saat saya menuliskan kata relawan. Mereka baru tahu saat kami memberi contoh siapa kakak relawan yang dimaksudkan. Akhirnya, kak Hikmah menulis dengan jelas arti dari relawan di papan tulis. Sebuah kosa kata baru lagi untuk adik-adik.
Ada materi yang ternyata belum diberikan saat kami berdikusi tentang apa yang akan dilaksanakan hari itu. Materi puisi dan pantun adalah yang direncanakan untuk diberikan. Sayangnya, karena miskomunikasi, gagallah materi itu tersajikan. Pertemuan hari itu sepenuhnya diisi dengan menulis dan mendampingi para adik menulis.

“Kak berapa nomor sepatu ta’?”
“Kak tanggal berapaki’ lahir?”
“Di mana alamatta’?
“Berapa tinggita’?

Bla… bla… bla…  itu sederet pertanyaan yang sama dilontarkan beberapa adik kepada kami. Bergantian mereka menanyai kami. Mereka rupanya lebih membahas fisik dan hal-hal serupa list biodata di kertas mereka.

“Janganmi yang seperti itu, yang kita tahu mo saja! Janganmi ditulis kalau tidak ditahu!” saya melanjutkan,”tuliski misalnya selama kelas NBS Kak Dewi itu orangnya…. dia bagaimana… seperti itu.”

Lalu kebanyakan dari mereka akan menulis kakak itu baik, baik, baik. Mungkin saja mereka ingin mengungkapkan sesuatu yang mereka rasa, hanya saja mereka tidak memahami makna dari perlakuan yang diberikan. Sayangnya, mereka juga tidak bertanya dan tentu kami tidak dapat memaksa mereka mengungkapkan apa yang tidak ingin mereka ungkapkan.

Hal yang saya senangi selama pertemuan itu adalah kelas ramai oleh kakak relawan. Semua adik hampir mendapat giliran yang sama untuk didampingi menulis. Kami saat itu bisa lebih lama mendampingi adik-adik untuk mengungkapkan apa yang akan mereka tulis tanpa sering terganggu oleh panggilan-panggilan adik lainnya yang juga minta didampingi. Sayangnya, hal demikian langka dan wajar jika saya merasa amat senang hari itu.

Pertemuan hari itu malah terkesan seperti ajang hiburan bagi kami. *duh maafkan kami* karena hanya diisi dengan kegiatan bermain dan menulis. Saat semua adik telah mengumpulkan tulisan mereka dan jam istirahat tiba, kami berbaur dengan mereka. Karena tahu bahwa akan berpisah, kakak-kakak relawan pun menjadikan pertemuan hari untuk selfie dan wefie-an. Beberapa kakak yang gemas dengan adik tertentu mengajaknya berfoto.


Ternyata bukan hanya kami yang akan merasa berat untuk berpisah, adik-adik juga merasakan hal serupa. Mereka meminta nomor telepon kami masing-masing dan mencatatnya di bagian belakang buku mereka lengkap dengan alamat-alamat media sosial. Ah, ternyata ada yang telah membuat kolom-kolom nama dan tanda tangan kami juga. Sayangnya, mereka tidak mendapatkan tanda tangan kami semua sebab wali kelas mereka telah datang. Di pertemuan terakhir pekan depan, kami sudah punya rencana hebat untuk membuat perpisahan itu menjadi berkesan. Adik-adik tunggu ya!

0 komentar