'Sukses' Karena Curang

“Ke sinilah Wat! Aku butuh dirimu!” Itu sepenggal kalimat dari sekian baris kalimat yang bisa saja saya tuliskan mengutip pembicaraan mengandung rindu melalui telepon. Wia memang berbeda denganku. Tidak bisa sendiri lama-lama, jadinya kesepian. Sudah ada Annis di sana, setidaknya mereka bisa janji ketemuan dan jalan-jalan saat break belajar. Kalimatnya pun sama saja ketika ditelepon, mengandung rindu dan meminta hadir di sana. Reuni seperti dahulu.
Semenjak menjadi sarjana, yang terpikir adalah kerja atau lanjut S2. Nah, salah satu jalan menuju S2 adalah nilai TOEFL500 atau IELTS 6.5 untuk bisa memenuhi persyaratan mendapatkan beasiswa dalam negeri dan luar negeri via LPDP—beasiswa yang tengah populer di seantero Indonesia. Kampung Inggris Pare adalah tempat yang diandalkan untuk menuntut ilmu memenuhi target bahasa Inggris yang diinginkan.

Di sana ada banyak lembaga bahasa Inggris tinggal pilih mana suka dengan melihat rekam jejak lembaga bisa dari website resminya atau testimony orang-orang yang pernah kursus di lembaga tersebut. Referensi untuk hal ini tentu banyak sekali. Jadwal belajar di sana berbeda dengan jadwal belajar lembaga kursus bahasa Inggris di Makassar yang dua kali sepekan dan bayarnya mahal. Belajar di Pare harus giat dan tekun sebab jadwalnya padat (belajar intensif).

 Ambil satu program saja bisa masuk hingga tiga kali dalam sehari selama sepekan, kecuali Ahad. Itupun belum cukup, tiba di kosan mesti mengulang pelajaran, hafal vocab, dan kerja soal-soal apalagi jika nge-camp jadwal bisa lebih padat lagi dengan program camp. Jadi tidak heran bila orang-orang keluaran KIP bisa tembus nilai TOEFL dan IELTS sesuai target. Kalau ada yang gagal atau belum mencapai, bisa jadi dua hal: usahanya (belajar dan berdoa) belum terlampau keras atau keyakinannya belum kuat sewaktu tes (masih ada keraguan yang terselip saat tes tiba).

Berburu beasiswa ke luar negeri tergolong pretisius sebab katanya itu level tertinggi menuntut ilmu dalam hal wilayah. Toh, tidak mungkin lagi menuntut ilmu ke luar angkasa. Maka banyak orang yang memanfaatkan beasiswa untuk dapat berkuliah gratis. Beberapa Negara ada yang menerima Nilai TOEFL 550 sehingga orang-orang berusaha memenuhi target tersebut. Sayangnya, banyak yang menghalalkan cara-cara untuk bisa mendapatkan beasiswa, termasuk mendongkrak nilai tes TOEFL.

Bagaimana cara mereka? Cara lama, KKN. Menyogok. Menyuap. Membayar sejumlah uang diatas harga normal. Bagi sebagian besar orang, hal ini bukanlah berita baru. Mungkinkah saya yang agak polos memercayai pernyataan pengajar suatu lembaga penyedia tes TOEFL yang mengatakan bahwa lembaganya bersih dari praktik penyogokan atau mungkinkah itu hanya rahasia bagian pegawai administrasinya saja tanpa pengajar tahu? Saya yang bukan siapa-siapa saja bisa tahu meski terlambat tahu. 

“Sarannya temanku, kalau sudah tiga kali tes tapi belum tercapai juga mending ‘bayar’ saja. Bisami itu dapat.”
“Saya mauka’ bayar saja, jadi bisami juga untuk seleksi beasiswa!”
“Ada temannya temanku, sudah ke universitasmi, lolos beasiswa padahal hasil ‘bayaran’”


Ketiga percakapan itu diungkapkan oleh orang berbeda di tempat dan waktu berbeda, dari orang kedua, orang ketiga, bahkan dari orang pertama—di mana saya adalah saksi niat ‘berjuangnya’. Saat pertama tahu dari orang kedua, kagetnya luar biasa. Apalagi itu berasal dari tempat tes yang dibawahi IIEAF yang juga saya percaya. Saat saya membaca pernyataan orang pertama di sebuah grup tentang niatnya bahkan mengajak yang lain melakukan hal serupa, hati saya perih. Inginku menyampaikan untuk membatalkan niatnya, tapi ku pikir mereka telah tahu perbuatan itu, seorang sarjana telah cukup pintar untuk bertindak. 

Apalagi jika telah sama-sama menolak yang namanya KKN dan tindakan serupa sogok menyogok. Ah, tapi kerumitan jalan yang terlihat yang kontras dengan keinginan yang membuncah untuk menyegerakan keterwujudannya seringkali membuat orang lupa akan azzamnya. Terlebih lagi, bila akhirnya telah berhasil meraih keinginan itu. Berapa banyak orang yang telah dibohongi? Tidakkah itu menjadi sebuah beban yang amat berat dipikul untuk dipertanggungjawabkan? Di manakah berkahnya sebuah akhir dari ‘kesuksesan’ yang diawali dengan kebohongan dan kecurangan? Adakah ia tetap mendapatkan ampunan hingga berubah menjadi keberkahan yang akan mengantar untuk mengabdi kepada bangsa? Lantas bagaimana anak cucu yang diabdikan dari hasil demikian kelak? Akankah ia juga mendapatkan imbas dari semua awal mula perilaku dimana mereka tidak tahu menahu hingga akhirnya pun tidak diberkahi?

Saya kecewa. Saya sedih. Mereka seperti mencubit sedikit lenganku dengan tekanan besar padahal tidak saling mengenal. Marah menguap dan diriku bertanya mengapa? Semua itu perlahan mengungkapkan betapa kecurangan terjadi hingga tempat-tempat yang tidak disangka. Betapa itu merugikan banyak pihak. Menurunnya integritas lembaga tes yang mulanya dipercaya yang berimbas kepada orang-orang yang tes di tempat itu, kecurigaan pihak pewawancara kepada calon mahasiswa penerima beasiswa yang telah berusaha amat keras meraih skor TOEFL tinggi, menggugurkan kesempatan orang yang lebih berhak hanya karena mungkin dia bisa beretorika atau unggul dari kompetensi yang lain, dan paling disayangkan adalah meruntuhkan moral dan citra anak bangsa hingga generasi mendatang. Bahkan patut pula dicurigai bahwa orang yang menggunakan cara-cara tidak halal dalam mengaply berkas beasiswa hingga lolos ke tahap wawancara, bisa jadi masih melanjutkan kebohongan dan kecurangannya selama proses wawancara. Semoga saja hanya sebatas prasangka yang harus dibuang jauh.

Andai orang-orang berperilaku curang itu tahu bagaimana kerasnya untuk memaksa diri menjadi tahu dan harus tahu. Lantas ternyata belum cukup sekeras yang dikira untuk melampaui target yang diinginkan. Andai mereka tahu bagaimana sedihnya gagal setelah berharap. Mencoba lagi lalu gagal. Nilai sogokan bisa jadi sama dengan orang-orang yang melakukan tes berkali-kali lantas gagal lagi. Depresi dan putus asa. 

Saya melihat keadaan ini dari beberapa teman yang melakukan tes lantas belum berhasil lagi. Tapi mereka tak berhenti untuk menyemangati diri, meski itu melalui quote-quote penyemangat sebagai display picture atau status. Mereka percaya bahwa masih ada matahari bersinar yang akan muncul setelah hujan lebat dan badai melanda kota. Mereka yang percaya bahwa tiada hasil yang mengkhianati usaha. Semoga ini menjadi penyemangat untuk diri, pembaharu niat, dan sedikit penyadaran akan apa yang sebenarnya telah dipahami bahwa menjadi sukses, tidak harus dengan berbuat curang.***

Gambar: okayophelia
@NN@ - @My Sweetest Palace
0701162020
Dissapointed


1 komentar

  1. Tulisan yang inspiratif. Hal yang banyak terjadi di sekitar kita dan dianggap biasa oleh segelintir orang.
    Masukanku: pembaca biasanya agak malas membaca sebuah paragraf yang penampakannya begitu panjang. Paragrafmu agak panjang. Cobalah memecahnya menjadi dua paragraf.

    BalasHapus