Aku Menulis, Maka Aku Menonton

Makassar, 23 January 2016

Pertemuan ini adalah yang pertama kalinya saya datang cepat. Sebelum setengah 10 saya sudah berada di dalam kelas A SDN Paccinang disambut semangat adik-adik yang menyorakkan kata “yes NBS.” Saya langsung menagih tulisan mereka dua pekan lalu yang tidak sempat dikumpulkan. Ternyata hanya beberapa yang membawa PR tulisannya. Akhirnya, saya menyuruh mereka yang belum menulis dan tidak membawa tulisannya untuk menulis kembali di kertas bukunya. Tema yang diangkat adalah tentang pengalaman liburan. Mereka harus menulis 4 paragraf dimana setiap paragraf minimal berjumlah 5 baris kalimat. Ada pula adik yang menulis panjang sekali melebihi ketentuan. Namun, masih ada juga yang hanya menulis dua paragraf. Ketika diminta menambahkan, mereka menjawab, “kulupami kak!” Hingga tulisan mereka dikumpulkan, saya puas melihat mereka bersemangat menulis bahkan hingga satu lembar. Padahal biasanya hanya satu halaman saja, itu pun tidak sampai hingga baris terakhir kertas dan hanya setengah dari keseluruhan baris.

Mengapa mereka menjadi rajin menulis? Seharusnya itu sebuah kegembiraan, tetapi ternyata saya melakukan ‘kesalahan’. Sejak awal mereka terus merengek minta menonton lagi dan dengan tidak acuh saya jawab sekenanya, “nanti saja yaa, sekarang menulis dulu.” Kesalahan yang saya maksudkan adalah saya telah membuat janji tanpa kesadaran penuh untuk berjanji dan menepatinya. Pantas saja mereka menjadi semangat menulis.

Hingga kelas berakhir mereka terus menanyakan, “Kak, nonton sekarang? Kan sudahmi menulis.”

 “Tidak. Kakak tidak bawa laptop!”

“Oh jadi pertemuan selanjutnyapi toh Kak?”

Saya mengiyakan dan ternyata hal itu terus terngiang dibenak mereka. Kecurigaanku bahwa mereka akan terus menagihnya hingga ditepati. Mereka terus merekuest film yang akan ditonton. Permintaan terbanyak adalah menonton film horor bahkan ada yang ingin membawa kaset bajakan dari rumahnya untuk diputar. Katanya seru, adegannya keren karena banyak adegan yang memotong organ tubuh dan kekerasan fisik yang sampai berdarah-darah. That’s what I mean! Saya tidak mungkin mengabulkan keinginan mereka untuk menonton film yang tidak boleh ditonton anak sepuluh tahun. Di samping itu, sejujurnya saya tidak sanggup menonton jenis film seperti itu.

“Kak, kenapa sendiri terus jaki? Mana Kak Hikmah sama Kak Vivi?” Tiba-tiba ada yang bertanya demikian ditengah-tengah kegiatan menulis. Saya menjawab bahwa Kak Hikmah kini belajar di Jawa dan Kak Vivi sedang sibuk mempersiapkan ujian akhirnya untuk kelulusan di Universitas. Respons mereka adalah berharap bahwa kedua kakak itu bisa segera hadir kembali di kelas mereka. Saya pun meminta mereka mendoakan keduanya supaya bisa dilancarkan proses belajar dan ujiannya. Sebelumnya, ada adik yang mengira bahwa Kak Hikmah pergi ke Jawa untuk menikah. Spontan saya tertawa. Bisa-bisanya ada yang berpikir demikian. Semua kakak relawan yang pernah masuk di kelas, mereka cari. Mungkin mereka ingin ada banyak kakak relawan, agar kelas tidak seperti hari biasa. Duh, saya pun berharap demikian! Setidaknya, ada yang menemani.


Beberapa tulisan yang belum memenuhi aturan penulisan, ada tulisan yang baik secara isi, namun secara paragraf masih kurang baik (dok. pribadi)


 Dua tulisan yang memenuhi kriteria aturan hari itu dan setidaknya lebih baik secara Eyd, Sebenarnya masih ada yang lain, tetapi tidak memungkinkan untuk diunggah semuanya (dok.pribadi)


Setelah tulisan mereka terkumpul. Saya meminta tiap orang berbeda untuk membacakan tulisan temannya dan mereview apa yang salah dan kurang dari tulisannya. Ada sepuluh tulisan yang telah dibaca dan dikoreksi oleh adik-adik. Mereka senang melakukan itu, sampai-sampai banyak yang ingin membaca dan memilih tulisan temannya. Bahkan, mereka mau mendominasi untuk membaca terus. Sementara ada banyak adik lain yang juga mau membaca tulisan. Saya berharap ketika mereka membaca tulisan temannya dan mengoreksi apa yang salah darinya, bisa membuat keduanya sadar akan kesalahannya sehingga tidak lagi diulangi. Sayangnya, masih ada juga adik yang terus mengancam saya untuk tidak membaca tulisannya di kelas. Ini pula yang ingin dihilangkan. Mereka seharusnya bisa lebih percaya diri untuk menampilkan tulisannya, sebab banyak adik yang belajar hal baru dari cerita yang dituliskan temannya sehingga bertanya dan takjub terhadapnya. Kelas berakhir dengan mereka yang terus mengingatkan tentang menonton film dan permintaan jenis film yang ditonton. Itu menjadi PR berat bagi saya untuk memanfaatkan waktu 90 menit untuk persiapan, menulis, dan menonton film.***

@NN@ - @My Sweetest Palace
Kelas Dua Pekanan
Janji harus ditepati

0 komentar