Workshop Menulis Human Interest Story: Saya Bukan Pengecut!

“Kalah sebelum Berperang”  
Bisa nulis, tahu  apa yang harus ditulis, tapi enggak pede. 
Jelang pelaksanaan workshop human interest story oleh Lembaga Mitra Ibu dan Anak (LemINA) pada 13 sampai 14 Mei 2017 di hotel Same Makassar, di grup daring telah ramai keluhan dari relawan tentang keengganan menulis karena merasa tulisan masih jelek. Rupanya, perasaan bahwa tulisan masih buruk itu adalah satu dari banyak hambatan umum menulis yang dialami seseorang. Sebut Kang Pepih Nugraha yang kemampuan menulisnya sudah tak dapat diragukan lagi dan kini tengah mengasuh platform Selasar, saat lokakarya di hari pertama yang disambut antusias oleh peserta yang memenuhi kursi-kursi yang dibentuk huruf U dalam ruang Celebes. Lewat proyeksi proyektor, peserta mengetahui bahwa ketidakpercayaandiri, merasa tidak beride, dan stuck adalah ragam lainnya yang merintangi keinginan menulis. Berusaha mengatasi rintangan dalam menulis, Kang Pepih menyarankan agar tanpa banyak merenung segeralah terjun di medan perang jika menulis diibaratkan berperang, sebab mereka yang bersatu dengan rintangan menulis itu sama saja dengan kalah sebelum bertempur. Terdengar seperti pengecut yah?


Melalui sesi perkenalan, Kang Pepih berusaha memancing ide masing-masing peserta lewat pertanyaan yang disampaikan selepas mendengar kesan peserta selama bergabung dan berkegiatan bersama LemINA. Mengangsurkan pertanyaan adalah salah satu cara menggali ide, rumus 5W+1H yang sudah tak asing lagi dapat diterapkan di sini, juga mengindahkan bahwa seorang penulis wajib berpikiran serupa pemula yang memiliki keingintahuan yang tinggi serta sikap skeptis sehingga dapat berujung pada pengamatan mendalam terhadap topik tulisan. Selain itu, kemampuan mengamati perubahan dan membandingkan juga perlu dipunyai penulis. Lewat sesi perkenalan tersebut Kang Pepih juga ingin membuktikan bahwa selama seseorang bisa berbicara, maka sesungguhnya dia bisa menulis.


Selama dua belas jam lokakarya menulis berlangsung, Kang Pepih menyuguhkan beragam materi kepenulisan sampai partisipan diajarkan untuk menulis melalui metode pemetaan pikiran. Beruntunglah semua peserta yang memeroleh langsung materi-materi tersebut dari penulis-jurnalis sekaliber Kang Pepih yang mengumpulkan ilmunya itu selama 26 tahun pengalamannya berkarir di media besar ternama di Indonesia.


Di tengah lokakarya, Fasilitator yang pandai menulis fiksi ini memanggil dua relawan untuk mendemonstrasikan betapa mudah sebenarnya membangun kalimat. Relawan Faizal dan Eka saling bergantian merangkai kata yang disebut keduanya tanpa memberi tahu. Pada akhirnya mereka menghasilkan hampir dua puluh kata berantai yang membentuk kalimat logis. Kerennya, mereka bisa membuat tiga kalimat yang dirangkai dari kalimat-kalimat yang mereka temukan bersama secara berbeda. Nah, rupanya menulis lebih mudah dari yang dibayangkan yah?

Ilmu yang paling baru dan menarik bagi para peserta adalah menorehkan ide yang berangkat dari proses pemetaan pikiran. Misalnya dalam menulis cerita human interest, maka penulis terlebih dulu memetakan hal-hal menarik yang berkaitan dengan tokoh yang dituju. Mengambil contoh Kepala Sekolah di suatu pelosok desa yang menginspirasi, maka Sang Kepala Sekolah dijadikan pusat di mana percabangannya adalah hal-hal menarik yang berkaitan dengannya, seperti: kisah hidupnya, kepemimpinannya di sekolah, karakternya, dan lainnya. Metode pemetaan pikiran sangat membantu penulis untuk menemukan ide yang terfokus pada satu topik tanpa kehilangan esensi. Rupanya dalam menulis cerita human interest, penulisan tentang penggambaran sosok yang diceritakan harus diperkuat di mana narasumbernya tidak melulu harus dari sosok yang diceritakan, namun akan lebih menarik jika dapat menghadirkan sudut pandang orang lain terhadap subjek.


Agar terbiasa dan luwes dalam menulis, fasilitator yang pernah membangun Kompasiana ini turut memberi saran agar terus membaca tulisan narasi dan fiksi sehingga mampu mengadopsi cara bertutur dan mendeskripsi yang lebih kaya dan variatif. Pada sesi diskusi, beberapa peserta juga sempat mengakui memiliki banyak ide yang sayangnya tetap di simpan hingga membusuk karena masih terkendala hambatan menulis. Kembali pada kutipan pembuka tulisan bahwa sebenarnya para peserta lokakarya ini sudah punya kemauan menulis terbukti lewat tulisan 10 menit yang diminta Kang Pepih, sudah tahu apa yang akan ditulis terbukti lewat pengakuan banyaknya ide-ide yang berakhir sebagai konsep atau di kepala saja, tapi sayangnya masih tidak percaya diri dengan tulisannya. Melalui lokakarya ini, peserta diberi penguatan untuk tidak jadi pengecut yang belum bertempur tetapi sudah kalah lebih dulu. Agar tidak jadi pengecut, mari menulis!***

Foto: Sultan A Munandar (Sobat LemINA)
Kutipan: Pepih Nugraha

0 komentar