5 Tips Nulis Keren dari Kang Pepih


Beruntunglah saya yang bisa mengikuti workshop menulis cerita human interest yang diadakan oleh komunitas ibu dan anak, LemINA yang difasilitatori oleh Kang Pepih Nugraha pada sesi menulis. Selama dua hari mengikuti lokakarya tersebut banyak sekali ilmu menulis yang saya dapatkan. Berikut saya akan berbagi secara singkat nih ilmu utama yang bisa segera diterapkan supaya tulisan yang dihasilkan bisa (perlahan menjadi) keren.

1.      Jaring Ide Lewat Kebiasaan Free writing
Begitu miskinkah dunia di sekitar saya sehingga saya kehabisan ide? Ayo, lihatlah di sekelilingmu!Apa yang saya rasakan? Apa yang saya pikirkan? Apa yang saya lihat?Masih bingung? Baca koran, komentari! Blogwalking, komentari! Nonton TV, komentari. Denger radio, komentari!Jangan pernah menyimpan ide. Tulis di notes atau HP. Tidak ada tulisan sekali jadi.
Banyak orang yang beralasan tidak menulis karena tidak punya ide. Benarkah? Alasan klise ini sebenarnya adalah rintangan karena rupanya kita kurang peka dengan keadaan di sekitar kita. Padahal kita bisa mulai menulis yang terdekat dengan kita berupa hal yang kita sukai ataupun yang kita kuasai. Salah satu cara terbaik untuk memunculkan ide adalah dengan membiasakan diri menulis bebas (free writing). Kita bisa menulis di dinding Facebook ataupun di blog-blog perihal apa yang kita pikirkan atau alami. Melalui menulis bebas kita bisa melatih kemampuan kita mendeskripsikan bukan hanya sekadar menulis. Perlahan, kebiasaan ini akan memancing kita untuk terus menulis, bahkan keluwesan menulis pun bisa kita ciptakan. Tentunya dengan tetap rutin baca buku.

2.      Kurang Fokus? Coba Terapkan Mind Mapping

Sebenarnya saya sudah tahu konsep mind mapping atau pemetaan pikiran ini lewat buku-buku sekolah saat diminta guru untuk menghapal konsep-konsep pelajaran. Namun rupanya, pemetaan pikiran dapat pula dilakukan dalam menulis. Ini bisa berguna sekali mengarahkan penulis untuk fokus pada suatu tema tulisan. Hasilnya tulisan kita bisa konsisten dan tidak melebar ke mana-mana.


Gambar di atas adalah contoh pemetaan pikiran yang diberikan Kang Pepih. Jadi tema besar tulisan di taruh tepat di tengah dan kita bisa memetakan apa-apa saja yang berhubungan dengan tema yang kita tentukan. Misalnya Tony Buzan (tema besar) adalah seorang edukator (percabangan tema) yang menangani tidak hanya anak-anak tapi juga dewasa (sub-cabang). Maka jika tertarik dengan percabangan ini kita bisa memilihnya saja untuk dibahas lebih jauh di dalam tulisan kita. 

3.      Mulai Tulisan dengan Cara yang Lebih Variatif

Saat workshop berlangsung, kami juga diajarkan bagaimana memulai tulisan dengan beragam cara. Tidak melulu membuka tulisan dengan pernyataan atau deskripsi ruang dan waktu saja, kita bisa memvariasikan tulisan pembuka dengan percakapan, pertanyaan, masalah, bahkan aksi yang mengejutkan dan mengundang rasa penasaran pembaca.

4.      Menulislah di Rumah Orang lain

Menulis di rumah orang lain? Iya, sesi ini dibahas dengan cukup panjang lho! Apalagi Kang Pepih ini memang menyediakan rumah gratis bagi yang suka dan mau menulis. Masa? Iya, menulis di rumah orang lain maksudnya menulis di media lain. Mungkin bagi yang memiliki blog seperti saya, beraninya masih menulis di rumah sendiri dengan berbagai alasan seperti malu dan tidak pede memublikasikan tulisan di media lain seperti Selasar atau media cetak seperti Kompas. Terkhusus untuk menulis di media cetak, ternyata ada banyak tips yang disodorkan Kang Pepih, diantaranya adalah: 1) patuhi ketentuan penulisan seperti panjang tulisan dan tema yang diinginkan media; 2) saat menulis berupayalah mencantolkan peristiwa faktual yang kita alami atau orang lain; 3) mencari sudut pandang yang menarik; 4) mengeksplor gagasan; 5) berusaha menyajikan tulisan tanpa ada maksud menggurui; 6) menulis berdasarkan bidang atau masalah yang dikuasai sebab rupanya media menyimpan keraguan untuk memublikasi tulisan orang yang menulis hal yang jauh dari latar belakang keilmuannya, misalnya: seorang ahli hukum yang menulis masalah tentang penyebab serangan hama padi. Tentu hal itu kurang meyakinkan dibandingkan masalah yang sama ditulis oleh seorang ahli pertanian

5.      Tulis Dahulu, Sunting Belakangan

Sudah menulis dua jam tapi baru dua paragraf? Mungkin karena kita terlalu sering membacanya, mengedit, menghapus, dan melakukan hal tersebut berulang kali sampai belum juga menemui tulisan penutup. Sesungguhnya writing is rewriting, jadi menulis itu menuliskan kembali. Saat menulis di blog atau status, secara refleks kita pasti akan baca tulisan itu berulangkali sebelum akhirnya menekan tombol posting atau submit. Hal yang sama berlaku saat kita menulis, lebih baik menuangkan segala pemikiran dan ide dahulu lalu perihal menyunting itu dapat dilakukan setelahnya termasuk menyunting EYD dan style-nya.***

Foto: Sultan A Munandar (Sobat LemINA)

0 komentar