First Far Fasting

Ini beberapa tulisan Juli Tahun lalu yang tidak sempat di poskan. Karena ini rumah saya dan masih terasa ranah privasinya, maka untuk menolak lupa saya mempostingnya di halaman-halaman berbeda. :D
Ini tentang rencana menuntut ilmu di Tanah Jawa. Meski tidak akan berbulan bahkan bertahun-tahun. Namun, karena ini pertama kalinya, rasanya tetap saja istimewa. Apalagi kepergian yang terbilang jauh itu karena sudah lintas provinsi, saya adakan sendiri tanpa didampingi orangtua seperti biasanya saat lintas daerah. Lebih istimewa lagi karena bersama teman-teman seperguruan saya :D.

Hhhh… Lagi dan lagi perbedaan menjadi halangan untuk seluruh warga Indonesia menyamakan memulai hari pertama puasanya. Perbedaan seperti itu sudah berkali-kali terjadi dan sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi sehingga hal itu bukan lagi menjadi sebuah perkara besar. Keputusan sidang isbat (8/8) menyatakan bahwa akhirnya dilaksanakan mulai tanggal 10 Juli 2013 karena belum terlihatnya hilal oleh para pemantau pada daerah tertentu yang dipantaunya. Hm, padahal memang langit saat sore hari mendung dan kemungkinan hal itu pun terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Sebenarnya malam selasa itu sudah tarawihan di mesjid sekitar rumahku, namun mungkin karena sidang Isbat baru saja akan dilaksanakan makanya ditunda dan akhirnya banyak warga sekitar puasanya keesokan harinya dan tentu saja baru akan tarawihan besok malam. Tidak jadilah saya menikmati hari pertama tarawih tahun ini di Makassar dengan masjid baru setelah renovasi di dekat rumahku itu. 


Sahur pertamaku, terhidanglah semangkuk besar opor ayam di atas meja. Kami sekeluarga pun menyantap hidangan sahur dengan nikmatnya. Sudah jadi kebiasaan dikeluargaku, bila datang Ramadhan kami akan memasak masakan yang lebih istimewa dari biasanya bak Idul fitri. Tapi Idul fitrilah yang paling istimewa tentunya. Waktu berlalu begitu cepat hingga angka jarum jam menunjuk tepat pada titik empat. Ibu dan bapak sudah menyuruh menyiapkan semua barang-barang yang telah dikemas. Deg… deg… beberapa jam lagi saya akan melakukan sebuah perjalanan.

Deringan telepon selulerku membuatku makin panic. Jam disana masih tertera angka lima, dan perjalananku akan dimulai setengah tujuh, tetapi teman-temanku sudah menelpon berkali-kali, menanyakan keberadaanku. Mereka sudah di bandara untuk penerbangan ke Surabaya. Yeah… saya akan ke Surabaya, dan ini adalah penerbangan pertamaku. 

Lima belas menit perjalanan dari rumah menuju bandara dengan adikku sebagai pengemudi. Masih subuh, sehingga perjalanan benar-benar serasa jalan tol, bebas hambatan. Sebenarnya hal ini adalah sebuah momen yang menyenangkan tetapi sekaligus menyedihkan. Saya senang karena akan berangkat ke suatu tempat untuk tujuan mulia tetapi saya sedih karena harus berpisah dengan orangtua untuk waktu yang terbilang lumayan lama dalam momen paling berharga, Ramadhan. Mama tidak mengantar ke bandara, hanya bapak, dan kami berpisah diluar area penumpang. Duhh, rasa haru meyerang cepat.


Diantara teman-temanku, ternyata koper bawaanku yang paling extra, sehingga harus dibagasikan. Kami masih menunggu beberapa menit untuk pangggilan keberangkatan hingga pukul tujuh. Di pesawat pun, kami masih menunggu hingga setengah delapan untuk take off. Kursi kami berada di bagian paling belakang sehingga rasanya sangat tidak nyaman, mengundang mual, pusing, saat mulai berangkat apalagi kalau melihat ke luar jendela rasanya seperti mau jatuh. Sayangnya, maskapai yang kami tumpangi kurang menyediakan fasilitas yang baik sehingga tidak ada pengganjal perut bagi teman-temanku. Pemandangan di balik jendela itu benar-benar keren. Rumah dibawah sana terlihat kecil sekali, seperti rumah di permainan monopoli. Saya bebas melihat laut yang begitu luas, pulau kecil yang terlihat, gumpalan awan putih yang indah, sawah-sawah yang terlihat berpola indah dan cantik sekali. Perasaan yang sama kurasakan saat pesawat akan mendarat. Mual, pusing, dan untuk tidak terlalu merasakan efeknya maka saya menutup mata. Paling terasa sampai ke telingaku, agak aneh saat berbicara, serasa sakit banget mendengar suara dan tersumbat.

Tibalah kami di bandara Juanda Surabaya. Sebuah mobil avanza hijau telah tiba disana setelah temanku menelponnya. Segera saja kami menaikkan barang-barang dan berkendara menuju penginapan masing-masing. Hamper satu jam kami menunggu di atas mobil setelah sang supir memberhentikan mobilnya pada sebuah warung makan, awalnya hanya kami yang berbelanja makanan ringan, tapi tak disangka sopirnya yang makan dan lama banget. Tiga jam perjalanan dari Bandara menuju penginapan masing-masing. Sayangnya, penginapanku dengan penginapan teman-teman yang ikut hari itu berjauhan. Lingkunganku cenderung ramai dan banyak aktivitas disana karena begitu banyak penjual dan warung makan.*)

Gambar: wyn-suparno

9 Juli 2013
Tulungrejo, Pare Kediri
@NNa

0 komentar