Teman Gagal dan Kekecewaan

Kekecewaan bisa saja terjadi saat kau berjuang bersama seseorang untuk meraih sebuah impian, lantas salah satu darimu terjatuh. Tak lagi dapat meneruskan perjuangannya. Penyebabnya bisa banyak hal. Tetapi apakah daya juang masih sama besarnya seperti saat berjuang bersama? Saat memutuskan untuk memulai langkah dan harus mengakhirinya di titik terbaik yang sama, yakni tujuan itu, impian. Adakalanya, kau merasa biasa-biasa saja saat tahu temanmu gagal di titik sebelum sampai ditujuan yang sama. Kau masih memiliki sejuta amunisi untuk bertarung menjadi pemenang dan mengabaikan temanmu. Menganggapnya sebagai ‘musuh’ dalam pertarungan. Berperang secara sehat hingga salah satu gugur, adalah takdir yang harus diterima dengan kelapangan hati.

Namun, ada suatu masa dimana kau berjuang bersama untuk sama-sama menang, sebab pemenang bukan hanya satu-satunya orang. Kegalauan, kekecewaan, keresahan, dan kekhawatiran tiba-tiba mendesak masuk ke dalam dadamu seakan kegagalan yang menimpanya pula adalah dirimu. Kemenanganmu menjadi sedikit terabaikan dari kebahagiaan. Tertutup oleh segala rasa yang menghitam. Mengapa kau begitu berduka oleh jatuhnya? Bukankah kau tahu bahwa kau bisa saja berjuang di jalan yang sama untuk satu tujuan, tetapi jalanmu adalah dirimu yang berbeda dengannya. Begitupun sebaliknya. 

Kau berteriak lantang, tahu tak ada takdir yang benar-benar sama. Tetapi sekali ini saja, mengapa tidak sejalan? Toh, sekali menempuh jalan hingga ke ujung tujuan ini tidak akan membekukan takdir masing-masing. Padahal kau sendiri tahu, siapa yang paling tahu akan takdir?



Perasaanmu menghitam tidak hanya sehari dua hari. Bahkan, semakin hari, semakin mendekat dengan tujuan yang memintamu menenggelamkan diri padanya terabaikan. Menjadi tidak lagi semegah harapan saat pertama kali memimpikannya. Hitam telah menyelimutimu, bau ruanganmu seperti mawar layu, menghitam di sudut berhari-hari. Jendela terbuka lebar, tempias mentari menembus masuk, tetapi gelap tetap bersetia. Lalu lihatlah sekelilingmu, kau masih saja membujur kaku, memaksa pikiran kian sempit oleh harapan di tengah sesak barang yang berhambur berantakan. 

Suaranya seperti bisik yang tak sanggup kau dengar. Hampir-hampir menghilang ditengah pupusnya harapan. Ditengah jiwa yang semakin hampa dan seakan tak bernyawa. Mulanya tentang kawanmu, berlanjut hingga perlahan kaulah yang membunuh mimpimu dengan pikiran dinginmu. Kau telah membuang sebuah harapan yang menyambutmu dengan senyum. Menolak yang meyakinkanmu dan menerima yang membenarkan pesimismemu. Oh tahukah, mungkin saja kau salah bercerita kepada seseorang tentang kerisauanmu. Bukan keyakinan yang kau peroleh, malah semakin menghitam pikiranmu oleh pembenaran-pembenaran yang menikam kian dalam. Sakit. Perih. Kau semakin terpuruk oleh awal mula masalah yang sebenarnya remeh temeh.

Kebersamaan hadir untuk saling menguatkan. Bahwa aku butuh kekuatan untuk berjuang dalam mimpi yang melingkariku. Saat aku jatuh, tak sanggup bangkit, merasa kurang bernilai, dan merasa hanyut dalam udara hitam pekat yang menyelubungiku. Maka harapanku; seseorang ada di sampingku untuk menepuk pundakku, menyadarkan bahwa aku telah lalai oleh keburukan yang kuciptakan sendiri, dan menggenggam tanganku untuk tak gentar menghadapinya. Tak perlu lama, cukup untuk separuh perjalanan ini saja. Cukup dalam petak ini saja! Karena kepercayaanku sebenarnya selalu ada pada Tuhan tentang takdir. Begitupun jalan ini, takdir untuk berjuang bersama dalam detik yang sama, sebentar saja! Oh, Tuhan! Aku telah mati oleh kelalaianku pada zat hitam yang kualirkan masuk menembus otak. Mengabaikan mimpi dan kecewa, bahwa harapanku bukanlah takdirku. 

Sampai kapanpun kau tak pernah bisa mencipta takdir tertentu yang telah lama digariskanNya. Kau hanya setitik diantara milyaran lingkaran yang tersebar di jagat dengan batas entah. Kekuatan terbesar adalah kau dan Penciptamu. Dia yang kau mau hanyalah harapan yang belum pasti sanggup mewujudkan ekspektasimu. Hitam tak selamanya buruk, tapi perasaan hitam yang sampai mengendurkan saraf adalah pisau yang diam-diam mengiris. Di masa depan, tak ada teman sejati selain dirimu. Perjuanganmu adalah bekal menuju jalanmu. Maka, percayalah mampu menaklukkan sisi gelap yang menghalangi sinar harapanmu.*** 

Gambar: Shudderstocks

@NN@- @My Sweetest Palace
2703201623320 – Menumpahkan perasaan
(Perasaan seseorang sepanjang
 pekan ketiga dan keempat bulan Maret)

0 komentar