Yuk, Merefleksi Diri!
Makassar, 5
Maret 2016
“Kak, manami
hadiah?” Beberapa adik meneriakkan kalimat tersebut susul menyusul saat
saya dan Kak Mely memasuki ruang kelas mereka.
“Siapa
yang janji?”
“Kak
Dewi.”
“Yaa,
mintanya sama Kak Dewi dong. Nanti pertemuan selanjutnya diberikan! Datangpi Kak Dewi naah! Sabar!”
“Ededeeeeeh!” Mereka serentak meneriakkan
kata kecewa itu. Jumat malam, Dewi mengirimi pesan via WA mengingatkan untuk
masuk kelas NBS pagi. Sebab pekan lalu hanya dirinya saja yang memandu kelas
NBS. Disaat itulah dia bercerita telah menjanjikan adik-adik hadiah, tetapi
belum bisa memenuhi janji untuk memberikan karena berhalangan hadir
keesokkannya. Ahh~ tentang janji pada adik-adik sepertinya kakak-kakak harus
belajar untuk menepatinya, sebab mereka adalah pelupa yang buruk dan penagih
janji terbaik.
Hari
itu spesial karena kami akan mencoba menerapkan nilai-nilai yang telah dibagi
saat Workshop Masyarakat Bernilai bulan Februari lalu. Dari workshop kami
belajar tentang simulasi menerapkan nilai kepada adik-adik melalui pembelajaran
dan permainan, lalu kelas NBS kelas pagi (05/03) akan menjadi hari pertama
percobaannya. Saya dan Kak Mely memilih permainan yang pernah kami terapkan
saat workshop. Kami akan menuliskan satu kalimat positif di papan tulis, lalu
adik-adik akan mengisi titik-titik yang sengaja dikosongkan. Mereka mengisinya
sesuai dengan kata-kata positif yang merupakan nilai yang ada dalam kehidupan.
Putra menuliskan kalimat positif yang senang dilakukannya
Isnan selalu semangat menulis di papan tulis, termasuk kata-kata positif
Kalimat pertama
tertulis di kelas yang damai, saya
menggunakan tanganku untuk…. Nah, kami meminta adik-adik bergantian naik
mengisinya. Mereka menulis membantu teman, menulis, menghapus papan tulis,
memberikan penghapus, dll. Kalimat kedua, saya
tidak suka jika teman ….. kepada saya. Mereka menulis kasar, mengejek, menyontek, dll. Kalimat ketiga, saya senang jika teman saya… kepadaku.
Mereka menulis tidak mengejek, tidak
menyontek, tidak kasar, dll. Kalimat terakhir tersebut hampir mirip dengan
jawaban mereka di kalimat kedua.
Jawaban dari beberapa adik-adik
Semua setuju dengan
jawaban yang ditulis oleh teman-temannya. Mereka sepakat untuk menerapkannya.
Usai permainan tersebut, salah seorang adik lelaki mengejek temannya. Kami
mengingatkan, “tadi menulis apa di papan tulis?”
Teman-teman
mereka yang lain pun langsung menyoraki adik yang mengejek sebagai peringatan.
Kami berharap bahwa meski permainannya singkat, tetapi adik-adik mampu
memahaminya dan segera menerapkan. Selama kelas, rupanya mereka masih harus
selalu diingatkan untuk mengurangi sikap-sikap negatif mereka terhadap
temannya. Sebab, sebagian adik memang
sering terlihat mengejek dan meneriaki temannya dengan kasar. Tak jarang, yang
diejek dan diteriaki akhirnya menangis dan mendendam.
Materi hari itu
adalah tentang penggunaan kata sambung. Mereka bilang telah mempelajarinya dari
Bu Satri dan rupanya juga ada dalam LKS yang mereka bawa. Tentu hal ini
meringankan Kak Mely yang saat itu menjadi pemateri untuk menjelaskan secara
singkat saja. Selepas materi, mereka diuji untuk membuat kalimat menggunakan
bermacam-macam kata sambung. Awalnya mereka ragu untuk menulis jawabannya, lalu
saya membujuk beberapa adik untuk maju.
Adik yang coba membuat kalimat menggunakan kata sambung.
“Wee, kalimatku
itu…” Kata salah satu adik di depan papan tulis.
“Ih, saya ini…”
Sergah adik lainnya. Saya dan Kak Mely jadi heran, kok bisa-bisanya mereka
memikirkan kalimat yang sama. Barulah kami tahu setelah salah satunya kembali
ke bangku dan membuka LKSnya. Rupanya mereka menyontek kalimat yang ada di LKS.
-__-“
“Ayo buat
kalimat sendiri, jangan dari LKSnya! Kan, sudah mengertimi toh?!” Kak Mely kembali mengarahkan adik-adik.
Kak Mely
membimbing mereka untuk menuliskan kalimat sesuai dengan apa yang mereka
pikirkan. Adik-adik masih sulit untuk berkreasi membuat kalimat sendiri. Pasti
ada saja kalimat dari buku yang terikut. Amat jelas terlihat sebab kalimatnya
tidak natural. Mereka terkadang hanya mengganti nama atau kata ganti orang yang
lain sehingga terlihat berbeda dengan yang dibuku.
Bersiap-siap mendengarkan petunjuk dari kakak-kakak
Aku mau jadi bunga apa ya...
Pertemuan itu, kami juga memberikan kegiatan refleksi kepada adik-adik.
Pengetahuan ini juga kami peroleh dari workshop dan menerapkan yang sama. Praktiknya
adalah mereka seakan-akan berada ditaman yang dipenuhi beragam bunga aneka
warna, lalu mereka diminta memilih jenis bunga apa yang disukai dan diinginkan
bila diberi peluang menjadi bunga tersebut.
Sulit menyuruh
mereka untuk menutup mata, lalu rileks dan membayangkan keadaan yang
dideskripsikan tersebut. Ada adik yang coba mengintip dengan kelopak mata
mereka yang terangkat sedikit, menertawakan diri sendiri atau teman
disebelahnya, dan malah berteriak mengira akan dihipnotis. Hal itu malah
mengganggu adik lain yang telah berusaha berkonsentrasi.
Selain nilai
kasih sayang, mereka pula mempraktikkan nilai kepedulian. Mereka memeriksa tiap
meja yang berlaci dan kolong meja masing-masing. Semua kertas tak terpakai, pembungkus
makanan, dan sampah-sampah kecil dipungut lalu dibuang ke tempat sampah.
Mempraktikkan nilai kepedulian, salah satunya peduli terhadap lingkungan
Mereka amat bersemangat hingga keranjang sampah menjadi penuh. Pertemuan hari itu, kami berharap bahwa adik-adik sedikit mengerti tentang nilai kasih sayang dengan berusaha mengontrol perilaku mereka yang senang mengejek sesama teman. Selain itu, mereka diharapkan bisa memahami nilai kepedulian yakni peduli terhadap lingkungan agar bersih dan sehat. Peduli terhadap pelajaran di sekolah, sehingga kejadian menyontek dan meniru tidak lagi terulang dan membudaya hingga dewasa.***
Gambar: Dokumentasi Ana dan Mely
@NN@ _ Kelas dua pekanan hampir berakhir
feeling happy and hopeful
0 komentar