Mengidap Alergi Makanan? Bersyukurlah!


Sering terjadi saat acara makan-makan, di mana ada kerabat, teman, saudara, atau bahkan diri sendiri yang menghindari jenis makanan tertentu. Bukan tidak suka, tapi justru bisa mengundang petaka. Mengonsumsinya dapat menimbulkan reaksi abnormal pada organ tubuh tertentu. Hal seperti ini dikenali sebagai alergi.

Alergi terjadi ketika tubuh secara natural memberikan perlawanan berlebih sebagai tanggapan terhadap kontak badan dengan bahan-bahan asing tertentu (alergen), dengan menghasilkan antibodi. Saat memakan makanan itu lagi, tubuh akan memproduksi antibodi yang sama dan bahan kimia lain untuk mengusir makanan atau kandungan suatu makanan yang dianggap berbahaya bagi tubuh. Sebagai akibat respon ini, gejala alergi makanan terjadi. Gejalanya terjadi bergantung pada bagian mana ia dilepaskan. 

Alergi terbagi menjadi beberapa jenis dan tingkatan. Jenis alergi antara lain; alergi makanan, alergi debu, alergi hewan, alergi obat, dan lain-lain. Dampaknya pun beragam, ada yang mengalami muntah-muntah, gatal, ruam, dan yang terparah adalah anaphylaxis yang bisa berujung pada kematian.

Makanan-makanan enak (katanya)

Saya termasuk yang mengidap alergi terhadap jenis makanan seperti telur, mie instan, makanan yang terlalu asin, MSG, bakso, dan seafood. Hal itu karena biasanya orang yang alergi udang akan alergi pula pada makanan sejenisnya, yakni cumi atau kepiting. Kasihan? Begitulah tanggapan orang-orang tiap kali saya menolak ajakan mereka, baik saat menghadiri acara yang menyajikan makanan-makanan tersebut ataupun dalam rangka meneraktir. Jadi tiap kali makan di warung, mesti melihat dulu daftar menunya, sebab jangan sampai justru semua menu adalah pantangan. Sebenarnya saya belum pernah melakukan uji alergi angestin, tetapi 6 tahun lalu dokter menyatakan bahwa saya mengidap alergi tersebut saat melihat reaksi yang timbul pada organ tubuh. 

Benar saja, bahwa tiap kali menyantap makanan tersebut, maka kulit di sekitar pangkal telinga hingga rahang akan terkelupas dan mengeluarkan cairan saat digaruk. Mengerikan? Teman-teman merespon seperti itu saat kujelaskan tentang respon alergi saya.

Orang-orang yang tidak mengalami alergi terhadap jenis makanan tertentu sering merasa amat kasihan terhadap pengidap alergi. Mereka menganggap bahwa pengidap alergi sungguh menderita dengan kondisi seperti itu. Mereka dibatasi oleh keadaan dan pantangan. Katanya, tidak bisa menikmati hidup dengan sepenuhnya. Bahkan, seorang teman pernah menyarankan menikah saja dengan teman yang juga mengidap alergi yang sama agar bisa saling memahami. Lah, bukannya itu justru membuat hidup makin flat?

Hal terbaik yang dilakukan oleh pengidap alergi agar tidak mengalami respon alergi adalah menghindari alergen. Tetapi dibeberapa kondisi, hal ini memang menyiksa. Melanggar pantangan di suatu keadaan yang memang memaksa untuk bertindak demikian. Misalnya, terpaksa harus makan lauk telur dan mi instan berhari-hari saat kegiatan organisasi. Akibatnya, tentu harus menerima respon yang menyiksa.

Mengidap suatu gangguan atau kelainan sebenarnya bukan sesuatu yang menguntungkan. Justru hal itu membatasi dan malah menjadikan diri harus melakukan hal-hal yang lain, seperti pengobatan dan pencegahan terhadap sumber penyakit. Namun, dibalik ‘penderitaan’ yang dialami oleh pengidap alergi, utamanya alergi makanan, sesungguhnya ada manfaat  tersembunyi dibaliknya. 

Manfaat? Ya! Alergen yang paling banyak menjadi pantangan pengidap alergi adalah telur, kacang-kacangan, zat aditif, dan seafood. Amati saja orang-orang yang tidak mengidap alergi terhadap jenis makanan itu dan bahkan menggemarinya. Mereka akan terus mengonsumsinya tanpa mengkhawatirkan suatu kondisi, lalu di usia tertentu akan mengalami kolestrol tinggi, stroke, penyakit jantung, dan obesitas. Tentu saja hal itu membutuhkan penanganan dan pengobatan lebih serius, yang pada akhirnya harus sepenuhnya meninggalkan jenis makanan itu.

Orang-orang yang alergi terhadap jenis makanan tersebut, setidaknya akan menurunkan resiko terserang penyakit-penyakit itu. Sebab mereka pantang mengonsumsinya. Saya sendiri akhirnya sering merasa sedikit ‘beruntung’ dengan kondisi ini. Saat di mana orang-orang cemas setelah mengonsumsi bakso di warung makan populer dekat kampus, yang katanya positif mengandung boraks dan ada pula daging tikus. Saya justru merasa lega karena memang terlarang mengonsumsinya. Begitupun dengan jenis makanan lainnya. Mengidap alergi terhadap makanan tertentu tidak selamanya membuat hidup jadi menderita dan kurang dinikmati, bisa saja hal itu justru menjadi penyelamat kecil yang harus disyukuri. Dibalik setiap kesulitan yang dihadapi selalu ada kebaikan yang terselip. Mengidap alergi makanan? Siapa takut!***

0 komentar