Review Film Surat Cinta Untuk Kartini: Alasan Mengapa Harus Nonton
Tiga hari sebelum pemutaran perdana film Surat Cinta Untuk Kartini (SCUK) di bioskop-bioskop Indonesia, saya mendapat kesempatan menonton lebih dulu di tanggal 18 April. Hal itu karena saya menang lomba menulis surat yang ditujukan untuk perempuan yang ada dalam hidup saya, boleh ibu, saudara, sahabat atau pacar. Saya memilih menulis surat untuk ibu. Dari sekian orang yang mengirim surat hanya akan dipilih 10 surat terbaik yang mendapat hadiah tiket nonton SCUK.
Ternyata, pengirimnya tak sampai 10 orang, jadilah semua pengirim surat
mendapatkan hadiah. Saya menyaksikan
filmnya bersama adik dan temannya. Adik saya juga menang dari hasil lomba
nge-tweet mengajak teman nonton SCUK beserta alasannya. Ternyata pelaksana
lomba, Indosat Ooreedo SMP (Sulawesi Maluku Papua), bagi-bagi tiket gratis
bahkan jauh hari sebelumnya dengan berbagai jenis lomba. Jadi yang nonton pre
penayangan perdana SCUK adalah para pemenang tiket gratis. Beruntungnya tahu
info ini!
SCUK tayang
perdana tepat di hari peringatan Kartini. Alasan mengapa ada nonton bareng
gratis adalah untuk menyebarkan info ke masyarakat luas. Apakah SCUK layak
nonton dan melihat bagaimana respon ‘orang-orang pertama’ yang menyaksikannya.
Itu sih yang saya tangkap dari penjelasan Lukman Sardi (Produser) dan Azhar
Kinoi Lubis (Sutradara) sesaat sebelum film diputar.
Setelah kurang
lebih 90 menit duduk memelototi layar, saya merasa puas. SCUK layak untuk
ditonton! Sangat layak! Mengapa? Film ini bukan hanya sekadar cerita tentang
perjuangan Kartini yang kerap kita dengar dan baca. Ada campuran cerita drama
dan tokoh-tokoh fiksi yang digabung dengan sejarah asli kehidupan Kartini,
sehingga alur cerita dikisahkan dengan gaya maju (kehidupan sekarang) dan
mundur (kisah Kartini). Hal ini tidak biasa dan sudah merupakan poin plus dari
film.
Biasanya, film
yang diangkat dari sejarah itu dikisahkan sangat serius. SCUK pun seperti itu,
tetapi tidak membuat raut wajah penonton berkerut dari awal hingga akhir. Sebab
banyak dibumbui dengan adegan dan dialog lucu yang ngena banget (beneran sukses
bikin ketawa!). Kerap penonton dalam bioskop berteriak-teriak menggoda dan
masih terbawa sensasi kelucuannya.
Tidak hanya
lucu, SCUK juga membawa penonton dalam suasana yang mengharu biru. Beberapa
potong adegan sukses memancing saya untuk turut merasakan kesedihan yang dialami
para aktor dalam cerita hingga akhirnya menangis.
Adegan dan
dialog dalam SCUK benar-benar hidup dan pas! Hal itu tentu saja berkat script
writer yang keren banget membuat dialog dan pula tokoh-tokoh yang berlakon.
Chicco Jerikho (tokoh utama pria) sih sudah tidak diragukan lagi kemampuan
aktingnya! Lagi pula jam terbangnya sebagai aktor utama diberbagai judul film
dan karakter sudah banyak! Salut, di film ini dia lepas dari karakter yang
pernah diperankannya. Jujur saja, saya suka sekaaali peran dan penampilannya di
SCUK sebagai duda jawa yang berprofesi sebagai tukang pos.
Beberapa tokoh
utama adalah aktor baru, seperti yang memerankan Kartini (Rania Putrisari) dan
anak si tukang pos, Ningrum (Christabelle Grace—sebenarnya sudah banyak juga
karya-karyanya). Menurut saya baru, karena jarang saya lihat bermain film,
tidak seperti tokoh lain seperti Ence Bagus, Ayu Diah Pasha dan Melayu Nicole
yang juga mendapat intensitas tampil cukup banyak. Keduanya berakting dengan
sangat baik, benar-benar telah mendalami karakter. Tokoh-tokoh yang dipilih
sebagai pemantik tawa dan sedih pun sangat cocok.
SCUK lebih
banyak menampilkan kehidupan masa lampau sehingga pemain tampil dengan ‘ke-tempo
doeloe-an’. Menurutku, riasan dan penampilan mereka sangat baik dan pas.
Wajah-wajah mereka juga terkesan sangat cocok memerankan tokoh. Itulah mengapa
mungkin saya jadi suka sekali dengan Sarwadi (Chicco). Selain itu, latar tempat
yang disetting dan lokasi-lokasi yang dipilih sangat cocok dan mendukung
sekali. Era ‘jadul ala kompeni Belanda’-nya dapat banget!
Bukan
hanya untuk remaja dan dewasa. Film ini recommended
pula bagi anak-anak usia SD karena pasti dapat mereka nikmati dan mengerti.
SCUK layak ditonton untuk semua kalangan dan usia, sebab di dalamnya pula
banyak petikan hikmah dan pelajaran yang diperoleh. Utamanya tentang pendidikan.
Ada beberapa kutipan yang saya sukai dari film SCUK.
Ada lagi sih beberapa, hanya saja saya lupa.
Beberapa orang yang telah menonton pun men-tweet tanggapan mereka, seperti @womenkristal dan @gilisitumorang yang bilang; filmnya bagus dan mesti di tonton di bioskop. So, buat yang belum nonton, buruan cepat nonton. Mumpung masih hangat dan masih disajikan di bioskop. :D***
Gambar: @MNCpictures
@NN@ - modal tiket gratisan
2604162340
0 komentar