Mengakhiri dan Memulai Baru

Empat hari telah berlalu selepas perayaan besar-besaran ketiga bagi seluruh alumni mahasiswa yang berbahagia atas kelulusannya. Kelulusan yang bukan untuk sekadar  melepas status mahasiswa hanya dengan kemauan saja, tetapi juga dengan segenap semangat, usaha keras, dan perjuangan sambil berlelah-lelah sampai akhir. Bahkan beberapa orang membutuhkan waktu lebih untuk menyelesaikannya dari waktu normal. Paling mengesankan adalah para wisudawati yang benar-benar tampil ‘sesejatinya keindahan’ wanita. Bersolek dan  berhias sehingga sungguh indah dipandang, bahkan beberapa menjadi sulit dikenali karena penampilannya yang berbeda dari biasanya padahal solekan menyulap wajah menjadi lebih tegas dan tajam.


            Pelataran Phinisi benar-benar penuh. Bukan hanya oleh wisudawan dan sepasang undangan yang mendampinginya. Tapi beberapa orang bahkan mengundang satu keluarganya lengkap. Jadi, pilihan pihak Universitas yang perdana menyelenggarakan seremonial wisuda di pelataran itu langkah yang tepat. Berbahagialah mereka, berasal dari luar kota Makassar dan memiliki anak yang akhirnya telah menuntaskan studi, apalagi jika anak pertama. Jadi kebanggaan dibuktikan dengan ikut menyaksikan anaknya dengan baju dan toga membaluti tubuh. Wajar, jika para fotografer menjadi semangat menyediakan stand berlatar khusus untuk berfoto. Laku keras. Bahkan ada stand floor yang tidak cukup menampung anggota keluarga yang di foto berdampingan wisudawan—saking banyaknya keluarga yang hadir. Semua orangtua bangga anaknya telah wisuda, meski sekadar formalitas tetapi wisuda adalah bukti bahwa anaknya telah lulus dari universitas. Meskipun telah berbulan-bulan lalu telah yudisium. Masyarakat umum memandang bahwa wisuda adalah tanda kelulusan paling nyata, bukan yudisium. Padahal pertempuran paling menentukan adalah ujian tutup skripsi.
            Kebiasaan yang membudaya pula bahwa setelah seremonial wisuda, beberapa keluarga mengadakan semacam acara kecil-kecilan yang mengundang sanak saudara, handaitaulan, kerabat, teman dan tetangga  untuk ikut merasakan kebahagiaan dan rasa syukur atas pencapaian anaknya. Itulah yang dilakukan orangtuaku. sebenarnya saya agak setengah hati untuk menyetujui acara itu. Sebab, agaknya berlebihan untuk merayakan hal yang belum menjadi pencapaian terbaikku—baik untuk diri maupun keluarga.Tapi karena keinginan penuh orangtua, maka saya mengiyakan. Sayangnya, hanya 30% ‘undangan’ yang hadir dari 100% yang saya undang. Itu amat mengecewakan. Karena tidak terpenuhinya menjadi sebuah kemubaziran yang amat disayangkan L L L Saya salah memprediksi bahwa mereka mungkin akan datang semuanya. L Saya kasihan dengan orangtua yang telah sudi menyiapkan segalanya. Seluruh tamu undangan orangtua hadir seluruhnya.Maka, saya berterimaksih kepada teman-teman yang telah meluangkan waktu menghadirinya. 

            Telah menjadi perspektif umum bahwa selepas wisuda kewajiban dan keharusan adalah bekerja. Sebab memang tujuan kuliah paling nyata sebenarnya adalah selembar ijazah untuk melamar kerja. Begitupun doa-doa yang kuterima dari beberapa orang yang datang. Mereka berdoa; semoga lekas mendapat pekerjaan. Ku aminkan dalam hati. Nah, inilah kontroversi hati yang terjadi *ceileh emang Vicky-_-. Wisuda diacarakan sebagai tanda berbahagia. Padahal setelahnya adalah masa-masa yang sesungguhnya berat. Orangtua memang tidak mengultimatum untuk segera bekerja. Tapi, melihat anaknya mendapat pekerjaan baik adalah kebahagian untuk orangtua. Ada banyak lowongan kerja menanti dilamar, tetapi tidak semua cocok dan menyenangkan untuk dikerjakan. Belum lagi aturan-aturan yang mengikat dan ‘menyiksa’. Jujur saja, saya tidak mempermasalahkan keterikatan, tetapi karena sebuah rencana besar, maka terikat adalah masalah. Saat ini, saya masih mencoba mencari jalan terbaik yang ditakdirkan Allah untuk saya. Berusaha setiap saat meluruskan niat, barangkali ada setitik noda yang mengotori niat dalam hati, sehingga jalan menuju tujuan menjadi buram. Saya percaya rezeki setiap orang telah ditulis jauh sebelum orang itu terlahir ke dunia. Manusialah yang mencari jalan menemukan titik-titik rezekinya. Rezeki takkan pernah tertukar. Tinggi rendahnya posisi seseorang dalam sebuah lingkungan kerja bergantung kepada kepantasannya berada ditingkat tersebut. Begitupun halnya dengan jika seseorang kuliah di luar negeri, ya karena dia memang pantas dan mampu.

 Let’s do it! Talk less, do more! Bismillaah…

imagesource: fortune
                       tumblr

@NN@- My Sweetest Palace
1314August15
Penuh Pengharapan dan Kesyukuran

0 komentar