Tentang Mimpiku


Tentang Mimpiku

                                                                  pipisholic.blogspot.com

            Awan-awan di langit berarakan membentuk gumpalan indah. Dia masih terpaku memperhatikannya dan menawariku saling menebak bentuk awan itu. setiap hari di taman kompleks ini, kami janji untuk bertemu, sekedar cerita, bergurau, dan saling berbagi. Aku menemukan sahabat.
            “Dim, lihat deh, awan yang disana itu bentuknya mirip apa hayo?” Aku menunjuk satu gumpalan awan.
            “Hmm… apa yah, aku sih liatnya lebih mirip kacang rebus… kacang… kacang… haha!”
            “Huuu, liat deh awan yang berarak menuju awan yang kamu bilang mirip kacang itu, mereka membentuk mimpiku.”
            “Mimpimu? Itukan gitar!” Dimas terlihat masih menerawang ke awan.
            “Iya, aku, kan bermimpi jadi penyanyi, hmm, kapan yah bisa membawakan laguku sambil memetik gitar di hadapan para penonton?! Aku yakin suatu saat semua terwujud! Dim, kamu doakan aku, yah!”
            “Penyanyi? Kamu yakin? Hahah, sulit dipercaya!” Dimas mengucapkannya dengan santai, masih dalam posisi berbaring di rumput-rumput taman.
            “Heh, kamu meragukanku? Akan kubuktikan padamu kalo aku bisa!” Apa yang Dimas ucapkan tak sesuai harapanku, kupikir dia akan mendukungku, ternyata dia malah meragukanku. Lalu kupandangi kembali awan di langit dengan memicingkan mata karena silau.
            Aku masih berkutat dengan buku-bukuku. Rasa kantuk menyerang begitu cepat padahal esok akan ujian. Aku masih terpikir dengan nada laguku, aku belum menemukan kunci yang tepat untuk lirik baruku. Dua jam berlalu, aku membereskan buku-bukuku, lalu selembar kertas terjatuh ke lantai. Kertas itu sejenis panflet pengumuman yang biasa di tempel di mading sekolah, isinya memberitahukan bahwa akan ada audisi menyanyi untuk umum dalam waktu dekat, lalu tercantum tempat pendaftaran dan syarat-syaratnya. Seketika senyum bahagia terlukis di wajahku. “Ini kesempatan emas, sebuah hal berharga!” tetapi siapa yang menyelipkan kertas panflet dalam bukuku?! Aku yakin ini bukan tanpa sengaja dan tentu saja aku tidak berpikir bahwa itu Dimas.
            Sepulang sekolah aku mengajak Dimas menemaniku ke tempat pendaftaran audisi itu dimana sebelumnya aku telah menjelaskan maksudku. Aku mendapati tempat audisi itu dipenuhi pendaftar, aku bahkan harus mengantri entah pada antrian yang keberapa. Pendaftaran itu sungguh melelahkan, aku baru tiba di rumah saat sore hari. Aku melihat Dimas begitu kelelahan menemaniku menunggu dan mengantri.
            Pekan depan aku akan tampil di panggung penjurian. Aku berusaha mengintensifkan latihanku. Tak terasa, kuku-kukuku terkikis karena seringnya memetik gitar. Mengetes lagu baruku dan yah aku yakin mampu tampil di depan juri dengan baik.
            “Fighting yah, Lili! Kau harus membuktikan kepada semuanya kalau kamu bisa!” Ku pandangi wajah Dimas yang menyemangatiku, kurasakan ada arus semangat yang mengalir ke seluruh tubuhku.
            “Yah, inilah saatnya!”
Kemudian aku menjejakkan kaki masuk ke arena. Diluar dugaan penontonnya banyak sekali. Aku tidak terbiasa dengan suasana panggung yang dipenuhi penonton. Aku belum melatih mental pedeku. Juri menatapku memberi tanda. Aku memulai memetik gitarku dan menyenandungkan laguku. Sayup-sayup terdengar suara penonton yang mempertanyakan laguku. Ya, ini lagu ciptaanku sendiri. Sayup kudengar pujian juga kritikan. Konsentrasiku mulai berkurang, namun ku coba tetap fokus.
“Huuuhhh… lagunya jelekkk!!! Turuuun!!!” seseorang yang duduk di bangku penonton berteriak tiba-tiba mengagetkanku. Seketika aku termakan oleh kegugupanku dan berhenti memetik gitarku.
“Kenapa berhenti? Lanjutkan permainanmu? Apa yang kamu ragukan?”
“…” Aku tak sanggup berkata.
“Kau ragu? Bagaimana jika nanti menghadapi penonton yang banyak diluar sana, anak kecil? Meski kau anak kecil kau seharusnya lebih pede dari orang dewasa karena kau belum mengerti lebih jauh.” Kata-kata juri itu menghentakkan jantungku. Seakan arus semangatku berhenti mengalir. Air mata tak dapat dibendung. Semua ini diluar persiapanku.
Dimas mengelus pundakku berusaha menenangkanku dan membuatku tegar dengan semua ini. Aku tak yakin lagi dengan mimpiku. Ku tinggalkan Dimas yang masih berada di dalam gedung penjurian tempat menungguku. Ku pandang awan-awan di langit… sedikit sekali. Tak membentuk sesuatu yang mampu ku tebak. Aku teringat kata-kata Dimas saat di taman. Aku membenamkan muka pada kedua telapak tanganku. Galau menyergapku seketika.
                                                J
Sepekan berlalu dari hari itu. aku sudah cukup baikan sekarang. Niatku untuk mengubur mimpi-mimpiku batal. Audisi yang awalnya entah siapa yang dengan sengaja memberitahukanku, bukanlah satu-satunya jalan yang mampu mewujudkan mimpiku. Aku percaya ada banyak jalan yang digariskan Tuhan untuk ku lalui. Semua indah pada waktunya.
“Sabar, Li! Tetap semangat yah! Aku berada di belakangmu sekarang! Aku mendukungmu! Lihat awan disana, kau tahu dia membentuk bibir yang tersenyum. Dia tersenyum padamu. Seandainya dia bisa bicara, dia ingin bilang, Lili sabar dan tetap semangat yah! Ini ujian dalam menggapai mimpimu! Makanya kau harus semangat!” aku tersenyum memandangi awan-awan di angkasa sana. Mungkin Dimas benar.

Handphoneku berdering. Nomor tak dikenal terpampang dilayar biruku. Percakapan itu berlangsung hingga lima belas menit. Percakapan yang sanggup menguras air mataku lagi. Penelpon itu dari audisi yang tempo hari ku ikuti. Dia meloloskanku ke tahap selanjutnya. Aku bahagia. Entah, aku sebenarnya tak mengharapkan ini lagi. Aku meragu. Tapi telepon itu kembali membangkitkan jiwa musikku… aku senang.. ini adalah sebuah hal berharga. Segera ku beritahu Dimas. Dia bersorak tak kalah girangnya. Lalu ku senandungkan sebuah lagu yang baru ku dengar di sebuah stasion radio Jepang.*

Aku merasa lelah menangis.
Hidup tidak memberikan jawaban.
Aku mungkin berkelana dan tersandung, tapi aku tidak bisa berhenti.

Mari kita percaya …
Kau tersenyum dan menangis untukku,
Tindakan-tindakan itu menyentuh hatiku,
Dan menyembuhkan luka yang sakit.

Kurasa jiwaku, membawaku ke jalanmu.
Semua orang dalam hidup selalu mencari
Untuk satu hal yang berharga.

Ini bukan suatu kebetulan,
Juga bukan cinta palsu,
Kau Benar, semuanya benar.
Kau Benar, Semuanya benar, anak lelaki kecil yang ketakutan
(YUI- Feel My Soul)


@AnnJ / 030213 / @Istana Mimpiku


0 komentar