Menumpas C

Ahh... Baru saja menulis tentang arti sebuah kesabaran dalam kondisi akhir semester, ehh... ternyata tulisan saya tidak tersimpan. Setelah itu, betapa kesalnya saya, telah menghabiskan 32 menit menulisnya, menuangkan perasaan sedikit kalut itu menjadi sebuah rasa yang harus disabarkan. Namun ternyata, tulisan saya tersave dalam keadaan kosong tanpa tanda. Inilah mungkin pembuktian dari makna kesabaran yang sebenarnya harus saya dalami.

Saya tak lagi berminat membahasnya disini, meski masih ingin menyinggungnyanya sedikit tak menyeluruh. Sebab tulisan itu ditujukan khusus oleh diary digital privasi saya yang gagal memuatnya :D. Tentang mengakhiri semester lima di Jurusan yang memberi banyak pengalaman belajar dan meningkatkan sebuah 'chemistry' kehidupan. Suatu hari dari puluhan hari yang juga memberi banyak makna. Sebuah akumulasi dari puluhan hari sebagai sesuatu yang dihasilkan oleh masing-masing mahasiswa, dialah nilai. Hm, membuka med. sos. Fesbuk dimana beberapa mahasiswa angkatan 2013 (MaBa) yang berteman dengan saya menuliskan beberapa kali status tentang kegalauan, kekesalan, dan rasa hampir frustasi setelah memperoleh nilai (di anggap) buruk (nilai C). Mereka sangat tidak terima atas nilai yang telah keluar itu. Beberapa alasan yang terlontarkan adalah karena mereka telah berusaha sebaik mungkin dalam mata kuliah itu, namun tetap saja nilainya tak memuaskan. Tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.


Problem nilai, bukanlah sesuatu yang lumrah. Karena hampir semua mahasiswa memandang keberhasilan mereka mencapai kompetensi mata kuliah adalah dengan memperoleh nilai A dan B, C dirasa buruk dan mesti di ulang. Kenyataannya benar bahwa nilai adalah indikator keberhasilan seseorang dalam melewati suatu tes. Tinggi rendahnya nilai seseorang menunjukkan sejauh mana dia mampu menjawab tes. Namun, tidak selamanya nilai mencerminkan kemampuan intelektual seseorang. Ada banyak faktor yang memperngaruhi pencapaiannya. Nilai akhir sebuah mata kuliah juga tidak hanya dinilai dari tes final saja. Masih ada akumulasi penilaian yang lain. Meski kembali tergantung dari pihak Sang Dosen itu menyusun rubrik penilaiannya dan aspek-aspeknya. Selalu ada pihak mahasiswa yang misalnya saja mendapat nilai C membanding-bandingkan ikhtiarnya selama ini dengan pihak mahasiswa non-C. Tentang pantas tidaknya keduanya mendapat nilai akhir yang bertolak seperti itu. Masalahnya, pihak C akan merasa galau ketika menilai kemampuan usahanya selama ini lebih baik dan sudah maksimal sementara non-C lebih rendah dari dia dan nilai mereka bertolak belakang dan berbanding terbalik. Kesalahan kemudian akan dilimpahkan kepada Sang pemberi nilai, dosen. Entah pertanyaan seperti itu selalu pula mengganjal dalam benak saya, tentang: hal lain yang dinilai dosen, tapi entah apa hingga akhirnya nilai yang keluar betul-betul tanpa dugaan.

Bagi mereka Mahasiswa Baru, nilai C di awal semester itu adalah musibah besar, suatu awal buruk yang mengagetkan, menjatuhkan, meruntuhkan semangat. Setelahnya, akan selalu ada kecemasan-kecemaan tentang nilai C yang diantisipasi. Mewanti-wanti pergerakan dosen dengan gerak-gerik mencurigakan.Kalau mereka dinasehati tentang bagaimana bersabara dalam menghadapi nilai C itu, mungkin tidak akan secepat itu akan menerimanya. Perasaan tentang pantas dan tidaknya itu akan selalu ada. Mengeluh-mengeluh sebagai bentuk pembuangan ketegangan yang memuncak, emosi yang tidak terkontrol. Namun, bagi seseorang yang memperoleh nilai C, mari lebih mawas diri lagi, jangan selalu hanya menyalahkan faktor eksternal, tetapi coba untuk melihat dan memuhasabah diri (faktor internal) selama proses mata kuliah berlangsung. Apakah benar kepantasan itu betul-betul harus bersama diri kita? Kalaupun memang sebenarnya iya, cari alasan kenapa sebenarnya Allah membuat kita mendapat nilai C atau lebih rendah dan mesti mengulang. Mungkin saja Dia ingin kita lebih mempermantap diri dengan mengikuti matakuliah itu lagi. Lebih mendalaminya hingga nanti memiliki alasan kenapa melanjutkan mata kuliah itu ke tingkat S2. Suatu hari, kita akan bersyukur dengannya, ketika benar-benar memahaminya.

Mau nilai A, B,C, D, E itu adalah usaha kita. Bukan hanya usaha dari dalam tapi juga dari luar. Berdoa, mengerjakan soal tanpa menyontek. Pembelajaran itu adalah tentang sebuah proses memaknai sesuatu sehingga menghasilkan sebuah perubahan (tingkah laku, pola pikir) setelah melalui beberapa pengalaman belajar. Saya juga masih berusaha untuk melaksanakan ini. Setiap kata adalah selalu sebagai pengingat untuk terus mengingat yang baik. Mari berusaha. Nilai C bukanlah akhir kita, bukan berarti kekalahan, bukan kebodohan, mungkin saja belum beruntung. Mari terus belajar bersama. Meraup lebih banyak  A. Tingkat intelektual seseorang tidak hanya bisa dilihat dari nilai, sebab nilai mampu dimanipulasi. Namun, dapat dilihat dari kemampuan mengaplikasikan ilmu. Jauh lebih baik lagi menyeimbangkan dan meproporsikan keduanya! #Semangat ^^

@NN @orange cube 113812714

0 komentar