Sunyi

Image source: Favim

Hidup menjadi membosankan.
Setiap hari hanya menunggu bergulirnya matahari dengan bulan yang bergantian muncul. Gelap dan terang.
Setiap hari hanya berhadapan dengan orang-orang yang sama dan benda-benda yang sama.
Aku rindu suasana baru dimana aku diperhadapkan dengan orang-orang baru. Setiap hari datang, lewat, menengok sebentar, tidak kenal, berkenalan, pergi dan datang lagi orang baru yang mengganti.
Kesunyian ini membunuhku secara perlahan.
Aku tiba-tiba diingatkan luka lama, masa lalu kelam, dan perihnya perasaan yang disakiti.
Kesunyian ini membunuhku secara perlahan.
Semakin luka lama kembali menganga dan merangsek jiwaku, semakin aku merasa tiada berguna hidupku. Aku butuh hiburan. Orang-orang ini mengaku peduli padaku, memberiku makan, membuka daun jendela, membangunkanku dan menidurkanku dengan cahaya dan gelap.
Kesunyian ini perlahan membunuhku.
Semakin hari dadaku semakin sesak oleh kekhawatiran. Mereka kira, aku tidak lagi bisa berpikir selayaknya mereka. Tetapi malah kekhawatiran yang menghuni otakku dan sebentar lagi melumpuhkan saraf pikirku. Bersuara tiada berguna. Tak ada yang mendengar. Mereka pura-pura tuli karena tak mau memenuhi inginku.
Kesunyian ini perlahan membunuhku.
Saat langit tiba-tiba memancarkan sinar terangnya melalui daun jendela. Kurasakan dadaku semakin sesak, kepalaku semakin berat, pita suaraku tak lagi mampu bergetar, lalu perlahan sekujur tubuhku menjadi kaku, perasaanku mendingin dan cahaya itu sirna. Gelap menjelma seperti malam di perkotaan, tanpa bintang saat semua energi dicabut dan tak berdaya.

Aku menemui sunyi selama-lamanya.***


@NN@- @My Sweetest Palace
991512--

0 komentar