MnS BEDA!
A very late post!
Saya akhirnya menunda penelitian saya yang seharusnya bulan
sembilan menjadi bulan satu. Exactly, it's next year! Saya masih berharap bisa
wisuda bulan empat. Tetapi seandainya tidak memungkinkan, saya pasrah untuk
periode selanjutnya saja. Kenapa mesti menunda? Yah, karena tidak memungkinkan
bagi saya untuk pulang pergi Makassar-Sinjai selama sepekan. Waktu
penelitian saya masih bertepatan dengan waktu KKN-PPL saya, meski mungkin cuma
minus sepekan saja. Kondisi di lokasi tidak memungkinkan saya untuk mengalihkan
penelitian di Smansa—meski juga adalah sekolah unggulan. Saya gak kuat mental
di sana. Sendiri saja, belum tentu penelitian saya berjalan lancar sesuai apa
yang telah saya pelajari dan rencanakan. Nah, gimana jika ada yang ngatur
keluar dari jalurnya? It seems
like my friend research applied there. Keputusan
saya tidak salah. Saya memang menyesal mengundurnya tetapi akan ada banyak
problem jika seandainya dulu saya nekad penelitian dengan instrumen saya yang
belum valid—seperti kebanyakan teman yang penelitian dulu baru validasi isi,
duh saya gak seberani mereka. Mengundur penelitian, berarti ganti materi
pelajaran dan lampiran yang lebih tebal dari isi proposal itu dirombak semuanya
sampai ke akarnya. Saya mesti ambil validator baru lagi sebab validator pertama
saya marah karena saya ganti instrumen tanpa bilang-bilang dan tidak pernah
muncul selama masa KKN di kampus. Duh... Dosen sabar saya bikin marah, saya
kelewatan!
Saya bersyukur dengan validator yang saya dapat. alhamdulillaah
banget! Dua bulan saya konsul validasi akhirnya selesai bersamaan saat akan di
ujikan. Penelitian di Makassar tuh mengurus suratnya lebih ribet daripada
penelitian di daerah. Surat penelitian dari kampus tidak bisa langsung ke
Kepseknya, tapi melalui Badan Perizinan - Kantor Walikota- Dinas Pendidikan -
Sekolah tujuan. Alhamdulillah Sepekan lebih bisa langsung jadi, malah lebih
singkat dibandingkan di kampus yang selalu salah ngetik padahal tiap lembar
surat yang cetak itu di bayar loh! Saya tidak tahu itu memang dibayar atau
pungutan liar. Soalnya, harga bayarnya beda-beda, lima ribu, sepuluh ribu, atau
rokok sebungkus. Semakin besar pelicin (istilah temanku) semakin lancar dan
cepat surat itu jadi. Hisshhh!!
Pertama kali ke Smunel (SMAN 5 Makassar) saya grogi banget. Sebab,
itu bukan sekolah saya dan rencana awalnya saya penelitian di sana berdua
dengan teman saya. Tapi karena saya mengundur, jadinya saya harus menjalaninya
sendiri pula. Ruang ini itu saya tidak tahu yang mana, untung saja
orang-orangnya ramah semua. pertama kali bertemu dengan Guru Mata pelajaran
yang saya gantikan, saya deg-degan sepanjang waktu itu. Gurunya berwibawa
sekali. Pikiran saya melayang ke Smansa, saya menepisnya. Ini Makassar, bukan
Sinjai. Postive thinking, Naa!! Sampai saya cari info ke alumni yang pernah di
ajar, ingin tahu bagaimana karakter guru itu. Katanya, baik, perhatian , dan
KRITIS!!! Wah, bagus dong!!! Saya terus berdoa semoga saja dia paham dan tidak
usah masuk ke kelas menunggu saya saat lagi mengajar. Saya bisa grogi full.
Apalagi ini Makassar pasti siswa-siswanya lebih chaos. Betul saja, siswa Smunel yang saya ajar itu berisik
banget, chaos, mondar-mandir melulu, sering izin ke toilet baliknya setengah
jam kemudian -_-, ada yang ngegombal, dan banyak banget yang main smartphone—di
sekolah dibolehkan membawa smartphone. Apalagi ada jaringan wifinya, duh
siswanya jadi susah banget diaturnya. Apalagi sewaktu pemberian pretest, duh
masa ada siswa yang menjawab alas an memilih pilihan jawaban itu karena feeling, karena yakin aja, insya Allah
benar, maaf bu saya ga tau. -_-“ Jawaban-jawaban yang tidak mungkin mereka
tulis seandainya yang memeriksa itu adalah guru mereka. Sewaktu memberikan tes
di kelas IX lebih parah lagi, saya mendapati siswa cowok yang main PS di
belakang pakai laptop Apple. Saya
memandang ke arahnya lama sebagai teguran halus malah tidak digubris. -_-“ Tapi
banyak juga yang perhatian ke pelajaran. Kalo sudah diberi tugas gantian
bertanya dan berkali-kali. Begitulah keadaan siswa, normal saja sebab saya yang
masuk ngajar bukan gurunya jadinya perhatiannya tidak penuh, gurunya aja yang
masuk belum tentu penuh apalagi saya? Senang mereka banyak kesempatan melakukan
hal yang tidak bisa mereka lakukan saat guru mereka dihadapannya. Itu
kekurangan terbesar saya sebagai guru TT_TT
Saya kira awalnya saya akan mati kutu menghadapi siswa-siswa
cerdas di Smunel dan akan kurang beban menegur karena siswanya kalem dan fokus
belajar. Ternyata saya salah, tidak semuanya begitu. Fasilitas belajarnya
sebenarnya lengkap hanya saja banyak yang tidak berfungsi jadi sama saja,
menghambat. Pembelajaran saya jadi slow karena proyektor di kelasnya rusak. Tapi
mereka benar-benar ramah, tiap bertemu pasti menyapa semua gurunya bahkan
salaman. Hasil penelitian saya hancur. Nilai-nilai yang saya dapatkan di luar
ekspektasi saya. Saya malu banget sama gurunya karena hanya 12% yang tuntas
dari keseluruhan siswanya perkelasnya T_T Gurunya tidak marah atau
ngomel-ngomel gimana loh?! Duh, diluar prakiraan saya, gurunya memang sangat
berwibawa dan dia bagi saya baik bangeet! Semoga saja saya meninggalkan kesan
yang baik. Di sana saya bertemu banyak guru honorer alumni UNM juga bahkan saya
bertemu guru saya di SMA. Guru saya itu pindah karena gajinya tidak menjamin
dan di Smunel gajinya terjamin oleh pihak sekolah. Pantas saja banyak yang
memilih honor di sana. Yaaa tidak mengherankan sih sebab sekolah itu kan
sekolah favorite dan unggulan. Banyak juga siswa yang ortunya kaya sekolah di
situ jadi uang sppnya lancer. Beda dengan sekolah biasa, spp naik atau dianggap
tinggi pasti ortu-ortu akan datang berdemo. Jadi, ingin honor di sana jugakah?
Hahahah….
@NN@ - @My Sweetest Palace
Desember 2014 - Januari 2015
0 komentar