First Step Stronger
A very late post!
Semester enam adalah
masa-masa persiapan menuju puncak perjuangan. Di semester itu mahasiswa
dibekali mata kuliah tentang penelitian dan segala yang berkaitan dengannya
agar mampu melaksanakan penelitian dengan baik dan gak bingung tentang
metodologi. Di jurusan saya, mahasiswa semester enam itu sudah digenjot untuk
mencari judul bahkan sudah harus membuat draft proposal. Keduanya bisa berawal
sebagai tugas dari dosen mata kuliah yang sekaligus sebagai bentuk
pengaplikasian dari mata kuliah. Jadi, mengerti atau tidaknya mahasiswa bisa
dilihat dari tugas yang dikerjakannya. Bagaimana mahasiswa menentukan variabel
yang akan diteliti dan bagaimana menjabarkannya dalam proposal. Semester enam,
teman-teman saya sibuk mencari judul penelitian. Tentang apa yang menjadi
variabel terikat dan variabel bebasnya. Kebanyakan meneliti pengaplikasian
suatu model pembelajaran yang baru atau belum sering dipakai. Pun seandainya
sudah sering diaplikasikan dan sudah banyak hasil penelitiannya, perbedaan terletak
pada variabel terikat atau materi pelajarannya. That's Education
Program Students!
Saya 'bolak-balik' nyari
dan ganti judul. Judul yang saya ajukan seringkali bikin teman saya mengajukan
banyak pertanyaan secara filosofi sampai pengaplikasiannya. Belum banyak
diteliti, dari nama terbaca keren. Tapi saya sering ditolak Pembimbing karena
diragukan untuk mampu melaksanakannya dengan benar dan sesuai. Katanya terlalu
tingkat tinggi dan setara dengan penelitian mahasiswa S2 atau S3. Belakangan,
saya baru menyadari kesulitannya dan bersyukur karena Dosen Pembimbing telah
menolaknya. Akhirnya, bulan April 2014 saya resmi mengajukan form judul dan
ditandatangani Pembimbing. Itu berarti saya sudah berhak membuat proposal. Saya
tergolong lambat mengajukan judul sebab setelah judul saya acc. sebenarnya
sudah lebih banyak teman yang sudah jadi proposalnya bahkan sudah akan
melangkah untuk menyeminarkannya. Sebenarnya, saya masih malas memikirkannya,
tetapi karena membuat proposal juga termasuk tugas kuliah yang harus dikumpul
dan lebih baik sekali jalan tanpa harus membuat abal-abal dahulu. Jadilah
saya deadliner.
Masuk semester tujuh,
tibalah masanya KKN-PPL. Niat saya, harus bisa seminar proposal sebelum
pemberangkatan ke lokasi KKN-PPL. Biar nanti, bisa diakali dengan penelitian di
sekolah sana saja. Ternyata libur semester plus libur lebaran mengambil waktu
panjang. Belum lagi, setelah kampus kembali buka, hari rabu--hari dimana
mahasiswa biasa seminar dan ujian tutup-- selama dua pekan berturut-turut
telah ada jadwal yang tidak bisa diganggu dan saya belum mendaftar pula.
Itu berarti saya gagal seminar proposal sebelum berangkat KKN-PPL. Setelah
hampir sepekan di lokasi KKN-PPL (Sinjai) saya memutuskan kembali ke Makassar.
Itu perjalanan pertama saya dari daerah dengan mobil angkutan
antardaerah--sendirian pula. Setelah mendaftar untuk seminar, ternyata
jadwalnya tidak segera keluar dan tidak ada kepastian kapan, bayanganpun tidak
ada. Saya mesti kembali ke lokasi KKN-PPL yang tidak mengharuskan saya
pulang lama. Saya telah kehilangan momen upacara tujuh belasan pula di kantor
Bupati. It's choice!
Berpekan-pekan berlalu.
Salah saya karena masih mengharap keajaiban Peri gigi dengan kabar yang mungkin
bisa jadi tiba-tiba datang. Jumat pekan itu saya mengontak teman di jurusan
meminta menanyai adminstrator jurusan, apakah undangan dan jadwal saya telah
keluar. Belum! Itu berarti tidak ada peluang untuk seminar pekan depannya. Hari
selasa, mendadak perasaan saya tidak enak dan pikiran melayang ke jurusan dan adminstratornya,
kak Ita. Saya mendadak menelpon Kak Ita dan menanyainya perihal kemungkinan
jadwal ujian saya. Perasaan saya menebak pekan depan sebab saya sudah mengecek
pekan lalunya. Namun, alangkah kagetnya saya ketika tahu bahwa jadwal saya
adalah rabu pekan itu! Besok (???) dan saya masih di Sinjai, draft proposal
saya belum dirangkapkan, dan undangan belum tersebar. Kacau parah! Segera saya
meminta teman saya menelponkan mobil yang ke Makassar pagi itu juga. Ada, jam
sepuluh pagi. Saya pulang ke posko dan bersiap. Tiba di Makassar jam 4 sore dan
mobil itu tidak bertanggungjawab. Malah menurunkan saya di dekat flyover. Padahal
saya buru-buru ingin ke kampus dan mengambil undangan. Mungkin juga sudah tidak
bisa terkejar. Jam 4 biasanya kampus sudah hampir sepi. Untung saja, ada Fitri
di kampus dan berbaik hati menunggu Kak Ita dan mengambilkan undanganku.
Sorenya segera saya
menuju tempat tukang print murah di belakang kampus. Baru selesai setelah
maghrib. Saya ke kos fitri dan mendapati hasil print tersebut salah semua.
KACAU. Saya rasanya sudah ingin kabur saja dari kenyataan hidup. Hampir
gila???. Jam 7 malam dan undangan saya belum tersebar. Akhirnya saya pergi ke
tukang print vepan kampus dan membayar dua kali lipat dari yang tadi, Beruntung
tidak ada yang salah. Akkrrr... tahu begini mending disini saja. Jam delapan
malam. Baru satu undangan tersebar. masih ada empat lagi dan dua diantaranya
berlokasi di sebuah perumahan di Gowa yang belum pernah saya masuki. Keliling
nyari alamat akhirnya dua rumah ketemu dan semua rumah yang saya tuju, bapak
ibu dosennya tidak ada, Rupanya malam itu bertepatan dengan malam ramah tamah
Fmipa. Hampir setengah sepuluh dan baru dua yang berhasil sampai. Semua
pembimbing saya. Adik saya takut menuju Gowa mencari alamat semalam itu.
Apalagi tidak ada bayangan lokasi perumahannya di bagian mana. Saya pulang
dengan tiga undangan beserta draft yang belum tersebar. Saya lupa belum makan
sampai perih tak tertahankan baru saya makan. Saya galau tingkat tinggi malam
itu. Supersaturated of sadness. Sampai menangis pun sudah tidak
sanggup.
Esok pagi-pagi sekali
saya sudah siap kembali untuk menyebar undangan dengan seragam putih hitam khas
mahasiswa yang ingin seminar atau ujian. Naasnya, rok saya yang lebar mengait
di terali motor. Saya mengetahuinya setelah merasa sesuatu yang kuat menarik
rok saya. Saya berhenti di depan bengkel yang montir berbaik hati mengeluarkan
ujung rok saya yang sudah sobek. Saya pulang. Hampir menangis. Untung saya
masih menyimpan rok hitam lainnya di rumah, tidak membawanya ke lokasi KKN
seluruhnya. Mama yang belum berangkat kerja menyemangati dan mendoakan saya.
Saya sudah kesiangan untuk mengantar undangan mungkin? Satu dosen sudah
menerima dengan baik. dua dosen yang saya cari rumahnya dengan memutar-mutar
area Gowa, tidak saya temukan di rumahnya. Mereka sudah ke kampus sejak tadi...
Andai rok saya....
Di kampus, dosen
pembimbing saya yang terkenal tegas dan sering menguji mental mahasiswanya
menolak seminar proposal saya karena melanggar aturan, terlambat menyebar
undangan berserta draft setelah saya menghadapnya. Saya bersyukur dia tidak
marah dan meninggikan intonasi suaranya. Tapi yang lebih menakutkan dia malah
memanggil saya masuk ke ruang ketua jurusan yang terkenal tegas, intonasi
suaranya tinggi, dan yaaah seperti dosen tegas pada umumnya. di dalam ruang
itu, saya merasa seperti di pengadilan, saya terdakwa, dosen penguji saya itu
pelapor atau mungkin korban, dan ketua jurusan saya adalah hakim yang akan
memutuskan apakah saya berhak maju seminar atau tidak. Ketegangan itu efeknya
sampai keluar. Saya kena marah... Semua orang sejurusan mendengarnya. Saya malu
sekali. Saya mengaku saya salah, tapi saya sudah berusaha menghubungi
administrator dan saat itu belum. Saya bersembunyi dibalik pintu ruang belakang
yang sudah digunakan seminar. Hanya saya. Saya meluapkan segalanya saat itu.
Segala beban, penat, resah, gundah, emosi berkumpul dan menetas saat itu. Semua
dosen yang telah saya beri undangan datang mencari ruangan dimana saya akan
seminar. Dosen penguji sayalah yang menjelaskan bahwa seminar saya ditunda.
Dosen itu malah yang mendukung saya dan menenangkan saya bahwa semua akan
baik-baik saja. Mungkin dia tidak akan marah lagi karena sudah mendengar saya
dimarahi. Teman-teman saya yang datang ingin menyaksikan seminar saya saat itu
memberikan semangat dan kekuatan. Saya merasa cobaan itu terlalu berat padahal
itu baru seminar proposal, bagaimana seminar hasil dan ujian tutup nanti?
Beberapa kali saya menjadi audiens seminar, saya tidak pernah menjumpai
kejadian semacam yang saya alami. Duh, Rabb...
Saya galau sebab pulang
tidak memberikan ketenangan kepada saya, lebih-lebih ketika kembali ke lokasi.
Tapi saya bersyukur sebab Allah masih mengirimkan orang-orang yang menguatkan
saya ditengah kondisi saya merasa amat lemah dan bodoh. Orang di rumah
tidak tahu kejadian yang saya alami di kampus. Saya hanya bilang seminar saya
ditunda. Sesingkat itu, Saya kembali ke Sinjai malam itu sebab esoknya
saya memiliki jadwal mengajar yang jika tak saya hadiri, tentu saja saya akan
kena celotehan yang tidak ingin saya dengar. Pekan depannya, saya pulang lagi.
Dosen penguji saya diganti semuanya, awlanya saya kembali deg-degan. Tapi kata
senior saya, tidak ada yang salah dari itu semua. Seminar proposal saya berjalan
lancar. Alhamdulillah. Dosen penguji yang tempo hari mengajak saya masuk ke
ruang jurusan baru datang tepat ketika saya selesai seminar. Mengapa? Saya
tidak pernah tahu alasannya. Saya tidak pernah bertanya dan saya tidak
mau.
Big thanks to Allah swt untuk ujian kesabaran dan proses penguatannya. Orang tua saya yang selalu menguatkan dan mendoakan saya sepanjang perjalanan saya. Adik-adik saya yang dengan sabar dan setia mengantar saya mencari alamat dan menyebar undangan. Teman-teman seperjuangan yang memberi semangat dan menolong saya kala itu; Fitriani, Yusba, Munawwarah, Nurshafa, dan Nurul Azizah.
imagesources; Tumblr
@NN@
- @My Sweetest Palace
030920141030
0 komentar