Memerahkan Gojeng
Persatuan itu amat penting. Saya
selalu bersyukur dipertemukan dengan dengan mereka di posko Smansa. Meski ada
banyak kekurangan, namun rasanya bila dibandingkan dengan posko lainnya, kami
lebih kompak. Atau hanya perasaanku saja? Mungkin ya, setiap posko akan membela
kelompoknya masing-masing bahkan mencari alibi sekuat-kuatnya untuk mengatakan
bahwa mereka adalah yang terkompak meski kenyataan mungkin tak sejalan?!
Biarlah diri ini yang selalu merasa bahwa kami lebih kompak daripada kalian
sehingga setiap yang merasa demikian akan makin menguatkan tali persaudaraannya.
Kalau begitu, mari bersama meneriakkan bahwa Mahasiswa KKN-PPL XI Sinjai
Utaralah yang paling kompak dan kuat diantara semua penempatan lokasi :D. Lebih
adil dan makin menyemangatkan. Hidup Sinjai Utara *eh*
Sudah menjadi kesepakatan bahwa
setiap sore bakda ashar kami beramai-ramai ke sekolah menunaikan tugas mulia
mengabdi di Smansa. Kegiatan kami seputar ‘pertukangan kreatif’. Semalam baru
saja rapat dan hasil rapat selalu harus ditunaikan dengan baik. Kendala yang
sering muncul adalah para personil utama ‘pertukangan kreatif’ selalu masih
dalam keadaan tidur dan bermimpi indah saat waktu telah tiba. Memang bisa
dimaklumi sebab semua merasakannya. Pulang sekolah (baca: kerja) jam 14.00 dan
menunggu waktu makan siang yang biasa molor sampai jam 15.00. Nah, selepas
makan begitu nikmatnya tidur apalagi dalam keadaan yang masih capek-capeknya.
Jadilah mereka bahkan saya juga sering malas-malasan menunaikan tugas suci nan
mulia itu. Terlelap dalam belaian nikmat kapuk dan busa yang sanggup mengantar
sampai jauh. Hari itu, kami para perempuan ‘perkasa’ telah siap untuk
menyalurkan tenaga dan kreativitas saat ‘bertukang’ nanti. Sudah ada yang mandi
dan berpakaian rapi ala ‘tukang cantik’. Ibu Bendahara Posko juga sudah
teriak-teriak membangunkan, kak Mina mengetok kamar para lelaki tapi yang
terjadi adalah tidur mereka semakin lelap saja. Maka jadilah kami para
perempuan memutuskan untuk beralih rute menuju Taman purbakala Gojeng, Sinjai.
Hari itu semua kompak memakai baju persatuan yang masih bau baru dan baru tiba
semalam dari Makassar. Baju merah yang terang benderang dengan desain dari Pak
Sekertaris yang dibelakangnya tercantum nama-nama kami semua. Huaaah… Cabe Merah mau ke Gojeng jadinya.
Keputusan sudah bulat. Masalah
yang muncul adalah diantara kami berenam hanya dua orang saja yang mampu
mengendarai motor. Keputusan menjadi sangat bulat. Gotig. Masing-masing bertiga
diatas motor. Saya akui ke’wonderwoman’annya Miss Us dan Wara yang tubuhnya
lebih kecil dari pada yang dibonceng namun sungguh kuat bertahan. Saya dan Fia memakai rok saat itu, kami
kerepotan mengatur posisi. Penghuni motor sebelah sampai jjejingrakan ketawa
dari belakang melihat aksi dan posisi kami. Dalam keadaan seperti ini mungkin
lagu backsound yang cocok adalah “cabe-cabean”. Untung saja para lelaki sudah
daritadi ke lokasi tugas suci. Bagaimana jadinya jika mereka masih di sini dan
melihat kami pasti sudah meledek kami dengan lagu “cabe-cabean” dan olokan
lainnya. Para lelaki akhirnya bangun ketika melihat kami benar-benar ingin ke Gojeng
karena mengambek dengan ulah mereka yang selalu mengulur waktu. Mereka malah
membujuk untuk tidak pergi tanpa mereka dan lainnya. Tapi nasi sudah jadi cabe
merah. Keputusan sudah sangat bulat. Akhirnya mereka pergi menunaikan tugas
mulia tanpa kami. Begitupun kami, menunaikan keinginan mulia yang jarang sekali
terjadi.
Us jadi penunjuk jalan. Itupun
berbekal pengetahuannya karena rekor ke Gojengnya sudah melebihi yang lain. Setiba
di Gojeng yang terjadi adalah kami semua berfoto-foto ria. Untung saja, saya
telah pergi ke sini sebelumnya sebab kunjungan kali ini sangat tidak dinikmati.
Semua sibuk mencari kamera “on” apalagi tongsis sudah stand-by full. Mari berpose Girls \m/ haha…
Dok pribadi. pose dengan berbagai ekspresi. Gojeng benar-benar merah!
Sebelumnya saya telah mengunjungi
Gojeng. Dapat anugerah tak terduga dari partner kamar, Wara yang punya banyak
fans sedari awal. Nah, ada empat orang siswa yang mengajaknya jalan-jalan.
Rencana awal katanya mau diajak makan di acara ulang tahun salah satunya. Wara
mengajak saya yang kala itu dia diminta mengajak teman satu orang. Sebenarnya
agak sangsi mau menerima tawaran itu sebab yang mengajak (siswa) tidak mengajak
secara langsung dan lagi saya tidak terlalu mengenal mereka karena tidak
mengajarnya. Belum lagi ada bujukan-bujukan halus dari si Fia untuk menemani
dia di Rumah dimana kala itu para pejantan sedang pergi berenang bersama Us.
Kak Mina dan Ningsih sedang ke pasar. Tiga motor datang dan dengan secepat
kilat saya menyetrika baju dan segera ikut bertualang bersama Wara dan ke empat
siswa (Ika, Diba, Fitri, thari). Tiba di tempat acara, saya kaget keheranan.
Awalnya saya mengira ini undangan house
party nyatanya traktiran spesial. Jadilah kami makan semangkuk bakso dengan
jus jeruk bergratiskan air mineral botol di ruangan yang lebih mirip warnet
karena duduknya lesehan dengan private
room full AC. Ternyata tidak berakhir disitu saja, kami beralih ke karaoke room *lupa namanya, tapi cukup familiar
di kota Sinjai*. Satu jam berkaraoke ria dengan lagu sepotong-sepotong, kami
pun pulang. Tempat karaokenya amat berbeda dengan yang di Makassar.
Perbendaharaan lagunya amat terbatas dan fasilitasnya juga yaaah cukuplah.
Tepat pukul 16.00 ternyata
pasukan siswa itu datang lagi memenuhi janji mengajak berkeliling menuju
Gojeng. Lokasi Gojeng dari Posko itu lumayan jauh. Perjalanan menuju Gojeng, saya menikmati
setiap kiri kanan jejalanan. Semakin dekat dengan Gojeng, saya semakin feeling free. Perasaan yang selalu
muncul ketika takjub dengan keindahan alam yang mungkin bagi orang sekitar yah
biasa saja. Apalagi terik khas matahari sore yang berwarna kuning keemasan
menyorot setiap bentangan sawah dan rerumputan, juga bias-bias flare yang bersilangan antara pohon itu
memunculkan rasa yang sulit sekali digambarkan. Perasaan indah dan bersyukur.
Semakin dekat dengan Gojeng, semakin terasa bahwa suhu udara menurun.
Dok. pribadi. Bersama Siswa Smansa
Pertama kali melihat Gojeng itu antara takjub
dan speechless. Kenapa? Karena tidak
pernah terpikirkan bahwa yang namanya Gojeng itu seperti yang ada didepan
mataku saat itu. Tempat ini jadi salah satu destinasi yang menjadi pemasukan
bagi kota Sinjai. Setiap pengunjung yang masuk akan dikenai biaya masuk. Entah
secara pasti berapa harganya sebab kami selalu membayar perkelompok. Di Gojeng, saya berpikir mungkin inilah
tempat nongkrong anak-anak muda tapi ternyata masih sedikit juga yang nongkrong
disini bila dibandingkan dengan perkiraan jumlah orang yang menempati setiap
sudutnya. Padahal kami datang jam 4, disaat Gojeng sedang ramah-ramahnya sebab
kalau siang nongkrong di Gojeng kurang seru karena matahari menyorot langsung.
Gojeng itu taman purbakala, entah bagaimana sejarahnya. Gojeng berupa
bukit-bukit dimana tepat di ketinggian
maksimal bukitnya kami bisa melihat kota Sinjai dari sana. Terlihatlah
atap-atap merah yang kami saling bertanya, posko kita yang mana, rumah kamu
yang mana? Jawabnya ya itu mungkin sambil menunjuk tidak jelas. Terlihat masjid
Annur, pulau Sembilan, pelabuhan Larea-rea, jejalanan yang di tebak mungkin
jalan ini itu. Udara dari atas bukit sangat sejuk dan lebih dingin daripada
saat menuju Gojeng. Terbayangkan bagaimana jika berada di Gojeng saat pagi
hari, pasti amat dingin tapi sejuk. Bukit tertinggi di Gojeng disediakan
semacam pondokan sehingga pengunjung dapat benar-benar menikmati pemandangan dan
udara sejuknya. Banyak tempat nongkrong yang bisa jadi seru kalo bareng teman.
Sayangnya yang lebih sering terlihat adalah pasangan muda yang ‘mojok’ sambil
mesra-mesraan dan foto-foto. Kadang
ketika mereka menemukan kami diatas bukit mereka merasa terkejut, hanya berfoto
sebentar lalu mencari sudut lebih aman karena risih diperhatikan oleh kami.
Nah, kekurangannya yah itu. Bila ada pasangan yang ‘mojok’ ke atas bukit itu
gak akan terlihat sama petugas penjaga. Tetapi mungkin belum ada yang pernah
‘ngapa-ngapain’ jadi tidak ada pengawasan ketat. Meski begitu, seharusnya tetap
ada pengawasan, gimana gitu caranya sebab banyak sekali sudut sepi yang
berpeluang jadi saksi kemaksiatan. Kalau bukan karena malu sendiri mungkin akan
ada/banyak kejadian ‘aneh’. *
@NN@ -- sWEet Visited Place
@Sinjai -- Agustus, Oktober 2014.
0 komentar