Minimarket Membawa Berkah?

Pernahkah menyaksikan sebuah kafe atau tempat usaha di ruko-ruko yang berubah wujud menjadi minimarket berlabel A atau I? Itulah fenomena yang kini terjadi di perkotaan Indonesia, meningkatnya pembangunan minimarket. Keadaan ini memberikan dampak bagi kehidupan masyarakat.  Dampak yang dihasilkan adalah dampak positif dan dampak negatif.

Penelitian Horax (2013) menyimpulkan bahwa keberadaan minimarket di Kota Makassar memberi dampak positif bagi masyarakat yang konsumtif, karena masyarakat dapat memilih barang yang dibutuhkan dengan berbagai jenis yang disediakan. Selain itu, masyarakat juga diberi pelayanan yang memuaskan oleh minimarket berupa pendingin udara, sistem pembayaran yang cepat dan harga yang relatif lebih murah dibanding toko kelontong. Hal inilah yang dianggap memudahkan masyarakat dalam berbelanja.

Namun, hal ini tentu memberikan dampak yang sebaliknya bagi pasar tradisional seperti toko kelontong/warung. Seperti penelitian Iffah, dkk (2011) yang dilakukan di daerah Blimbing, Malang, bahwa satu minimarket berdampak terhadap empat toko usaha kecil, dengan rata-rata friksi sebesar 57.29%. Apalagi, pembangunan minimarket telah sampai di daerah-daerah yang dulunya tidak pernah tersentuh pasar modern. Seperti yang disampaikan Ariyani bahwa teman-temannya yang membuka usaha di daerah-daerah mengeluhkan minimarket yang mulai masuk kampung. Hal itu membuat beberapa pedagang mulai merasakan tekanan persaingan.

Adanya fenomena minimarket masuk kampung, tentu mulai mengubah kebiasaan masyarakat. Mereka yang dahulu terbiasa berbelanja di warung ‘sebelah rumah’ untuk memenuhi kebutuhan, kemudian akan memilih berbelanja di minimarket. Sekalipun jaraknya lebih jauh dari warung tetangga.

“Saya lebih sering belanja di warung, tapi lebih suka belanja di minimarket. Karena jarak minimarket jauh, jadi ke sana kalau banyak yang dibeli. Tapi lebih suka belanja di minimarket, sebagai konsumen saya merasa dimudahkan karena harganya sedikit lebih rendah dari warung dan pelayanannya lebih baik.” Ungkap Mega, mahasiswi UNM yang berdomisili asli di Bone.

Hal senada juga disampaikan oleh Hardiyanty bahwa dirinya lebih senang berbelanja di minimarket ketimbang warung dekat rumahnya. Sebab baginya, minimarket menawarkan berbagai macam jenis produk dan merek untuk barang yang sama, sehingga sebagai konsumen ia bebas memilih.

Beberapa brand minimarket

Layanan yang lebih lengkap juga menjadi salah satu alasan masyarakat berbelanja di minimarket. Layanan seperti penjualan pulsa, token listrik, tarik tunai ATM, pembayaran asuransi, hingga penawaran promo dan diskon menjadi daya tarik masyarakat. Terkadang, hal itu pulalah yang membuat masyarakat menjadi over-konsumtif. Awalnya menarik uang di ATM minimarket, kemudian tertarik membeli barang padahal tidak diperlukan.

Namun ternyata, disamping pernyataan para pedagang yang merasa dirugikan dan mengalami kerugian terhadap keberadaan minimarket. Ada beberapa pedagang yang justru merasa biasa-biasa saja. Bahkan, keberadaan minimarket memberikan keuntungan bagi mereka. Nah loh? Mereka menjadikan keberadaan minimarket sebagai cambuk untuk berwirausaha lebih maksimal dan memasang strategi untuk menyainginya.

“Tidak ada masalah antara minimarket dengan pedagang tradisional. Itu tergantung cara pelayanannya. Karena Alhamdulillah penjualan meningkat dari waktu ke waktu, kadang kurang dari hari biasanya. Ya tergantung rejeki.” Tutur Ade yang telah membuka usaha warung kelontong selama sembilan tahun.

Lebih lanjut dirinya menambahkan bahwa adanya minimarket justru menambah keuntungan, karena jika pembeli mencari barang di minimarket lalu tidak ada, maka pasti mereka mencari ke pedagang terdekat. Pedagang harus pintar-pintar menerapkan strategi penjualan. Seperti warungnya yang dulu tidak menyediakan suatu brand air minum, tetapi sejak ada minimarket justru menjadi penjualan tertinggi sekarang. Malah pembeli mendahulukan mencari di warungnya sebelum ke minimarket yang berdampingan dengan lokasi warungnya, di daerah perbatasan Makassar-Gowa itu.

Beberapa item yang disediakan pedagang tradisonal

Pedagang yang membuka usaha di daerah Maros, Hamsiah, juga menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap penjualannya pasca adanya minimarket yang dibangun di pinggir jalan. Warungnya yang berlokasi di dalam kompleks Darul Istiqamah justru kini semakin menambah jumlah stok dan jenis barang, sehingga hal itu makin menarik pembeli yang bermukim di sekitarnya atau yang sekadar lewat. Dan tentu saja, tetap membeli di warungnya.

“Kalo saya lebih suka belanja di warung daripada minimarket. Karena di warung harganya ndak  rempong dan ndak neko-neko. Kalo di minimarket itu tempat belanja mewah.” Ungkap Hasrah yang bermukim jauh dari perkotaan Palopo.

Berbelanja di minimarket juga terkadang memberikan kekesalan bagi pembeli. Sebab beberapa harga yang dicantumkan tidak sesuai saat membayarnya. Lebih seringnya, harga barang menjadi naik dari harga yang dilihat, sehingga tentu merugikan konsumen. Berbeda dengan berbelanja di warung yang harganya langsung diberitahukan penjual.

Pedagang tradisional seperti Ade dan Hamsiah tetap meminta perhatian Pemerintah bagi nasib usaha mereka, yakni dengan memperketat izin pembangunan minimarket. Sebab, faktanya minimarket kini bahkan saling berdekatan. Pemerintah juga diminta perlu memberikan stimulus bagi pedagang. Juga perlu perbedaan harga di mana minimarket seharusnya menjual lebih mahal, sehingga warung tetap punya pembeli yang banyak.*

Bahan bacaan: 
- Iffah, Melita, Fauzul Rizal, Nindya Sari. 2011. Pengaruh Toko Modern Terhadap Toko Usaha Kecil Skala Lingkungan (Studi Kasus Minimarket Kecamatan Blimbing Kota Malang). Jurnal Tata Kota dan Daerah. Vol. 3 (1) Juli 2011
- Horax, Dathiessa Claudia. 2013. Kajian Sosiologi Hukum Terhadap Keberadaan Waralaba Minimarket di Makassar. Skripsi. Makassar: FH Unhas

0 komentar