Kita dan Rumah Merah Tua dalam Kenangan

Tulisan ini di rewrite bertepatan dengan tanggal kepulangan kami satu tahun silam, 11 november 2015. Kekurangan saya selalu adalah terlambat memostingnya. Maafkan kalau tulisan ini terkesan basi. Huhuhu… Tapi saya selalu ingin mengenang sebuah pengalaman berarti juga bertemu dengan orang-orang baru dalam hidup saya yang telah memberi sedikit warna berbeda.


Tentang memori rumah merah tua yang usianya hampir sebulan saya tinggalkan. Yang perlahan memudar dari memori otak saya. Maka sebelum dia benar-benar  pudar, saya akan mengais kembali puing-puing memori itu menjadi satu cerita kehidupan selama di sana. Rumah merah tua yang letaknya di jalan Krakatau kelurahan balangnipa kecamatan sinjai utara. Rumah yang tidak begitu menyusahkan untuk menempuh waktu dinas (baca: mengajar dan mengabdi) di SMAN 1 Sinjai Utara. Rumah itu adalah saksi bisu kehidupan saya dan duabelas orang teman yang terdampar di sana. Rumah itu adalah posko KKN-PPL saya yang akan memegang peran penting dalam kehidupan selama disana. Pemiliknya bukan kepsek Smansa (SMAN 1 Sinjai Utara), wakaseknya, gurunya, siswanya, apalagi penjaga sekolahya. Jadi, posko itu ditawarkan guru Smansa yang memohon izin untuk membiarkan kami menumpang hidup disana selama masa KKN-PPL. Jadi, sungguh amat baik pemillik rumah yang sama sekali tidak memilki hubungan apapun apalagi keuntungan (malah kemalangan)telah mau menerima kami dengan baik. Nyonya baik hati yang kalem dan lembut bernama Ibu Aisyah itulah pemilik rumah. Dia seorang guru SDN 1 Balangnipa bersama suaminya dan 2 orang anaknya, Rini (Freshgraduate SMA)  serta Aslan (SMA 10TH), eh sebenarnya masih ada satu lagi si anak sulung Rahma yang baru saja menikah lalu katanya sebentar lagi akan wisuda ^O^))*.  Kami tidak cukup akrab dengan anak-anaknya yang mungkin saja mewarisi kekaleman ibunya yang meski disatu sisi amat mengherankan dengan tingkah yang suatu hari amat mengejutkan (sangat mengejutkan).


Rumah merah tua itu adalah home sweet home kami. Awal kami berada disana diantar oleh kepsek Smansa dan disambut oleh tetangga yang sedang duduk manis berbincang-bincang ria dan kami menyalaminya satu persatu. Rombongan lelaki lebih dahulu masuk dan duduk manis di kursi tamu bersama Pak Bur (Guru penjaskes yang mencarikan kami rumah ini) lalu kepala rumah (bapak) mempersilakan kami masuk ke dalam kamar menyimpan barang sekaligus istirahat. Beliau menyuguhkan dua kamar untuk kami perempuan yang akan dibagi dua kloter menempati kamar. Tiga orang yang kalau tidur tanpa mematikan lampu di kamar yang ukurannya lebih luas dengan cermin meja yaitu Kak Mina, Us, dan Fia. Tiga lainnya yaitu saya, Wara, dan Okta di kamar yang lebih sempit dengan meja belajar. Setiap kamar dilengkapi jendela. Bersyukurlah kami para perempuan dengan keadaan kamar itu, sebab para lelaki mesti tidur berdempetan di kamar yang mungkin dulunya adalah warung dengan penutup besi di depan layaknya pintu ruko atau pintu garasi dengan rak berkotak-kotak. Mereka memenuhi ruangan itu bertujuh, Si Yusba, Alif, wangba, firman, zubair, dan adi. Saya rasa dengan begitu mereka lebih cepat dan sangat akrab dengan kebiasaan tanpa batas dan sekat ^_^.

Kesan pertama selalu saja atas praduga. Banyak sekali yang menduga-duga kepribadian satu sama lain ketika mulai berkenalan, melihat gaya bicara, dan gaya-gaya lainnya. Tetapi semua benar-benar jelas ketika kami saling berbaur dengan batas-batas tertentu satu sama lainnya. Rumah merah tua selalu menyimpan cerita tentang bagaimana hari-hari akhir pekan kami yang diisi dengan bergotong-royong membersihkan rumah mulai dari teras hingga dapur. Tempat cuci piring yang penuh dengan piring dan peralatan sarapan pagi dan ember serta baskom besar yang penuh dengan cucian. Bahkan harus antri mencuci dan menunggu tempat jemuran. Maka setiap orang kemudian berstrategi mencuci dihari jumat atau sabtu sehingga pakaian kering dihari Ahad.  Teh panas dan nasi goreng akan selalu jadi menu harian andalan.  Sesekali rapat membicarakan agenda proker dan kerjaan yang akan segera dilaksanakan. Rapat itu lebih sering berlangsung ngalor ngidul dibandingkan serius. Orang yang akan serius marah yah Si Wangba, sebab dialah yang menggantikan posisi pak sekertaris , Zubair, dalam memimpin rapat dan menjaga ritme rapat sehingga tercapai tujuan rapat. Kadang hebat, kadang juga nyeleneh. Hehehe….


Rumah merah tua juga perlahan menjadi ‘basecamp’ para siswa. Setiap sore mulai banyak yang datang belajar. Belajar serius sampai modus foto-foto dan cuci mata. Rumah Merah tua ternyata menampung artis ‘papan atas’ seperti Wara dengan fandom bernama Wafers, Alif dengan Alifersnya, Yusba dengan fans yang kalah banyak dengan keduanya dan yang lain mungkin juga memiliki fans bahkan fans fanatic yang mungkin diam-diam merahasiakan kekagumannya dan sangat malu diketahui. Yang paling sering kedatangan tamu belajar itu adalah Wara. Sekali datang minimal tiga sampai hampir sekelas. Yang seru kalau mereka datang dengan kue dan gorengan hingga yang lainpun kebagian enaknya. Wara yang ngajar, yang lain makan :D *bukan saya sih ^O^*. Mapel kimia memang paling sering menarik siswa datang belajar (biasa juga modus dikerjain PR-nya) sampai semua harus stand-by mengajar kalau-kalau yang satu sudah full siswa atau sedang keluar. Biasanya kalau malam sehabis makan malam sekitaran jam 8 akan banyak siswa yang datang nongkrong di teras sambil menyanyi bareng. Hampir setiap malam suasana posko akan diwarnai suara jreng…jreng… gitar dan lagu-lagu yang bahkan sampai saat ini kalau mendengarnya akan teringat dengan mereka. Saya tidak hafal sih judulnya, tapi kalau dengar lagunya pasti akan langsung teringat dengan suasana posko Smansa, si Alif, Kak Mina, Wangba, dan yang sering nyanyi lagu itu. *Tiba tiba backsound lagu Fathin- Setia, John Legend, Iwan Fals, Rhoma Irama, dan lagu yang hanya samar diingatan*

Setiap sudut ruangan (kecuali dua kamar pribadi pemilik rumah) menyimpan kenangan akan cerita, canda, tawa, kemarahan dan tangis. Tentang keluhan masing-masing pada sikap malas teman yang saat forum briefing malah semangat memberi usulan kerja tapi gagal mengeksekusi. Ketidakdewasaan yang terkadang muncul dan membuat keadaan makin menyebalkan. Kamar masing-masing yang juga menjadi saksi tentang bisikan-bisikan para penghuni kamar yang menjadi rahasia—bukan menggibah sesama teman tapi lebih kepada pernyataan perasaan selama masa itu dan masalah yang dihadapi. Malam-malam yang sibuk dengan mengerjakan persiapan untuk pelaksanaan proker. Persiapan mengajar yang bikin kelimpungan dan akhirnya mati rasa karena saking ‘tertekannya’. Pengerjaan logam yang ukirannya  adalah kaligrafi sebagai kenang-kenangan untuk tuan rumah dan Smansa. Akhirnya saya tahu bagaimana proses pembuatan kaligrafi dari logam/kuningan yang biasa dibawa Mas-mas dan dibanderol berjuta-juta rupiah. Gaul sama anak seni rupa membuat tahu banyak tentang proses pengerjaan benda-benda artistic. Main-main jokernya teman-teman laki-laki bareng Pak Bur yang pasti tidak akan mereka lupakan kesannya. Termasuk rahasia-rahasia trik permainan mereka. Main joker ini sudah seperti kerja PR anak sekolahan bareng gurunya. Tiap malam dilakukan beramai-ramai, pakai absen statistik kemenangan pula, kadangkala yang kalah diberi hukuman. Kalau teman laki-laki ingat permainan ini, mereka pasti semangat menceritakannya.
  

Sayangnya, beberapa kali briefing tidak pernah diadakan mengungkit unek-unek dengan sebenar-benarnya. Pernah yang pimpin forum meminta para teman mengungkapkan unek-uneknya selama hidup seposko. Tapi, saya tidak menangkap bahwa unek-unek itu telah diungkapkan dengan sepenuh hati, I mean masih banyak yang tertinggal di dalam hati dan terganjal di tenggorokan. Kalau ada yang menangkap bahwa yang saya maksud adalah termasuk tentang menanggapi sikap masing-masing, maka hal itu benar.  Sepertinya hanya di poskoku saja tidak terjadi keadaan yang mengharukan—biasanya disaat hampir berpisah—semacam kesan dan pesan begitu yang bikin mewek sampai mata bengkak.  Malam terakhir kami di Posko malah disibukkan dengan laporan KKN-PPL. Beberapa masih sibuk mengedit sambil ngeprint, sibuk mengurus halaman, dan mencari tanda tangan guru pamong serta Kepsek. Di saat seperti itu, tekanan pikiran dan perasaan sedang tinggi-tingginya. Ganggu sedikit malah bisa dapat omelan panjang yang mengganggu telinga. Jadinya, tidak ada sesi kesan dan pesan di malam itu, yang ada hanya bersih-bersih rumah sampai menjelang subuh. Siswa yang sudah sering sekali datang di posko datang hingga pulang larut malam hanya untuk menemani saat-saat terakhir kami, menjabat tangan berkali-kali dengan lamaaaa seakan tidak rela berpisah dengan kakak-kakaknya. Untung saja, siswa perempuan sudah dipaksa pulang oleh Pak Bur sebelum tengah malam. Meskipun Kota Sinjai terkesan aman di malam hari, tetap saja, perempuan tidak boleh keluyuran sampai tengah malam.


Ahh, saya benar-benar akan merindukan saat-saat bersama kalian, guys. Meskipun  terkadang secara pribadi saya ingin sekali pulang ke rumah karena sudah rindu, tetap saja masa-masa bersama kalian adalah sebuah hal yang tidak terlupakan. Kita yang awalnya tidak pernah saling tahu atau mengenal, dipertemukan di Kota Sinjai tepatnya dikumpulkan di rumah merah tua dan saling bekerja sama di Smansa Sinjai Utara. Kita menjadi saling tahu—sedikit ataupun banyak tentang karakter masing-masing. Menjadi saksi tentang suka dan duka yang dialami. Saling membantu dan perlahan berusaha mengerti sifat dan keadaan masing-masing. Meskipun mungkin ada rasa benci, kesal, atau dendam yang terselip dalam hati kita, saya yakin pasti ada setitik rasa saling menyayangi (sebagai teman dan saudara seperjuangan) yang tersimpan di dalam hati. Saya bersyukur mengenal kalian di Posko rumah merah tua yang dari pengamatan saya jauh lebih baik dari orang-orang di posko lainnya. 

Selepas kepergian kami meninggalkan posko, pasti keadaan rumah mendadak menjadi sepi kembali. Mungkin hanya keluarga mereka atau teman-teman anak mereka yang datang yang suaranya pasti kalah berisik dan ramainya saat keberadaan kami. Siswa-siswa juga yang biasanya sekadar lewat sebelum dihuni mahasiswa KKN-PPL mungkin saja akan merasa seakan pernah dekat dengan rumah merah tua. Menyimpan berbagai cerita suka, duka, cemas, dan khawatir.  Rahasia-rahasia yang tetap tertutup rapat tanpa pernah lagi diungkit. Rumah merah tua pernah melekat di hati kami dan semua siswa yang pernah datang menguntai cerita. Rumah merah tua selalu menjadi kenangan dalam tiap saat kebersamaan kami, mahasiswa KKN-PPL yang masih menyempatkan singgah saat berkunjung ke Sinjai kota pada suatu hari. Sungguh menjadi sebuah saksi kedekatan dan keberadaan kami dahulu yang semoga tetap terkenang sebagai suatu hal yang menyenangkan.***

Image sources: Dokumen pribadi (mianhae (._.) ternyata gambarnya jadi kecil sekali pas di upload -_-")

@NN@-Rumah Merah Tua Penuh Kenangan
Agustus-November 2014
Rewrite November 2015


0 komentar