Berbagi adalah salah satu cara sederhana untuk mengukir senyum di wajah anak-anak.
Tepat pada Kamis (02/06) Sobat LemINA
melakukan kegiatan berbagi seragam di sekolah islam Asy’ari, khusus untuk
adik-adik SD. Sekolah ini dipilih karena dianggap salah satu sekolah yang
membelajarkan adik-adik dengan status ekonomi rendah. Jadi, mereka sangat layak
untuk memakai seragam baru ditahun ajaran nanti, hal yang mungkin jarang mereka
rasakan.
|
Sekolah Mereka |
Saat pertama masuk ke halaman sekolah, saya
kemudian disambut oleh bau pesing dari got. Sekolah ini tepat bersebelahan
dengan rumah warga dan saluran air diantaranya.
Kulihat dua ibu guru dengan usia yang jauh berbeda tengah mengomando
adik-adik berkumpul dan berbaris di halaman sekolah. Untuk ukuran halaman
sekolah, ini tentu saja sempit. Mereka pasti tidak bisa bermain dan berkejaran
dengan bebas.
|
Adik-adik sedang berbaris di halaman sekolah |
Saya dan teman relawan, Dewi, membantu
kedua Ibu guru mengatur adik-adik yang jumlahnya sedikit itu. Mereka dibuat
berbaris berdasarkan kelas masing-masing, dari kelas satu hingga kelas lima,
kecuali kelas tiga yang tak satu pun datang hari itu. Ibu guru yang lebih tua
bertemu dan bercengkerama dengan teman relawan lain membicarakan perihal
teknisnya. Saya, Dewi, Kak Athifah, dan Kak Suthe kemudian mengajak adik-adik
berkenalan, kami lalu mereka.
|
Katanya capek berdiri terus panas |
|
"Siapa yang suka makan coto?" Kak Suthe bertanya saat perkenalkan diri sebagai relawan. |
|
Kenalkan yang ekspresinya malu-malu ini namanya Anugrah, lebih akrab dipanggil Aco. |
Perkenalan itu membuat kami tahu nama
mereka, meskipun pada akhirnya sering terlupa juga. Lalu kami tahu tentang
pekerjaan orang tua-orang tua mereka. Rerata adik memiliki ibu yang bekerja
sebagai buruh cuci. Ayah-ayah mereka memiliki pekerjaan yang beragam, ada yang
buruh bangunan, tukang becak, sopir mobil kampas, montir, hingga ada juga yang
pengangguran. Beberapa adik pula ada yang tidak tahu pekerjaan orang tuanya,
entah tidak tahu namanya apa atau memang tidak tahu sama sekali. Mereka semua
tinggal di daerah sekitar dan banyak yang saling bertetangga.
|
"Siapa yang tahu artinya fak yu?" tanya Kak Bunga. Ternyata tidak ada yang tahu, tapi sering bilang-bilang |
Saat sadar bahwa kamera menangkap wajah adik-adik. Mereka turut bergaya. mengacung dua jari, telunjuk dan jari tengah. Banyak pula adik lelaki yang mengacung jari tengahnya tinggi-tinggi. Kakak relawan, Kak Bunga, yang menangkap gaya mereka lalu memberikan nasehat bahwa fuck you atau mengacung jari tengah pada orang itu perbuatan jahat dan tidak sopan. Mereka yang awalnya tidak tahu dan sekadar ikut-ikutan pun sadar dan akhirnya tahu bahwa gaya yang mereka sering andalkan itu buruk.
|
Adik yang akan memimpin nyanyi lagu anak-anak. Sudah siap? |
Untuk menambah keakraban dan keceriaan,
kami mengajak mereka bernyanyi lagu anak-anak seperti balonku, cicak-cicak, dan
lainnya. Habis perbendaharaan mereka tentang lagu anak-anak, kami menawarkan
mereka untuk menyanyi lagu yang mereka tahu.
“Lagunya Sambalado.” mereka teriak, meski
tidak kompak, tapi suara itu mendominasi.
Tentu kami tidak mungkin mengabulkan
permintaan untuk menyanyi lagu dangdut yang liriknya amat dewasa dan nyeleneh
untuk seusia mereka. Maka pilihan lagu kami adalah lagu nasional Indonesia
Raya. Saat ditanya siapa yang hafal, mereka sangat tidak kompak mengacung jari.
Saat salah satu dari mereka diminta memimpin lagu, yang terjadi adalah saling
tunjuk hingga kami memaksa adik perempuan kelas empat yang kata temannya hapal
baik lagu itu.
|
Adik yang meminta menyanyi lagu Sambalado |
Mayoritas mereka tidak hapal lagu Indonesia
Raya. Ibu guru menghampiri dan mengatakan bahwa adik-adik itu tidak pernah
upacara karena tak ada lapangan untuk melaksanakannya. Mereka juga tidak tahu
cara baris-berbaris. Semoga saja mereka tetap olahraga di luar kelas.
Sebelum pembagian seragam berlangsung,
kakak relawan memberikan beberapa permainan. Permainan pertama adalah permainan
berpasangan yang menghitung satu sampai tiga, tetapi harus mengganti angka dua
dengan nama pasangan dan angka tiga dengan tepukan tangan. Terdengar sederhana,
namun nyatanya masih membuat saya dan beberapa kakak relawan bingung. Permainan
ini butuh konsentrasi dan fokus, lengah sedikit pasti langsung bengong.
|
Kak Riri, pemandu permainan, sedang mengajarkan adik-adik yang masih belum paham aturan main |
|
Ekspresi saat tahu permainannya seperti apa :D |
|
Kakak relawan dan adik berpasangan memainkan permainan |
|
"Satu." |
Selanjutnya kegiatan berlangsung di dalam kelas.
|
Permainan dengan gerakan yang lucu |
|
Ekspresi Kak Dhila saat adik-adik merengek minta kertas banyak menjelang permainan Jika-Maka |
Saat permainan Jika-Maka berlangsung.
Beberapa adik yang sudah duduk di kelas lima ternyata masih ada yang tidak
mengenal huruf.
“Kak bagaimana?”
“Kak Dhila sudah bilang tadi, kalian tulis
satu kalimat pakai kata jika. Misalnya jika saya lapar.”
“Oh, jika saya naik helikopter?”
“Iya, bisa. Tulismi!”
“Bagaimana kak?”
“???”
“Bagaimana hurufnya?”
Saya yang akan beranjak ke meja adik lainnya dicegat pergi. Mereka memohon dengan ekspresi benar-benar tidak tahu. Lalu saya mesti mengajari mereka menulis
kalimat yang mereka dapatkan. Ini seperti saya juga terlibat dalam satu
permainan khusus, mengeja huruf dari kalimat. Belum lagi, mereka beberapa kali
bertanya yang mana huruf R yang mana huruf K? Jadi saya mesti membuka ponsel
lalu menunjukkan hurufnya. Mereka sebenarnya tahu, tapi lupa dan belum kenal
betul. Jujur saja, ini menyedihkan. Dua tahun lagi mereka menempuh UN dan dalam
kondisi demikian bagaimana mungkin mereka bisa menjawab soal. Eh, jangankan UN,
saya bertanya-tanya bagaimana mereka menjawab soal ulangan harian. Masa sih
gurunya mesti mengajari tiap saat?
|
Kedua adik itu, saya lupa namanya -_- |
|
Adik lainnya yang berhasil menulis dengan panduan buku tugasnya |
|
Adik-adik di kelas rendah lebih tahu dan kenal huruf daripada beberapa adik yang sudah di kelas tinggi |
|
Tiap adik memang punya kemampuan yang berbeda dengan adik lainnya |
|
Masalah mainan |
Pembagian seragam dilakukan bertahap, berdasarkan tingkatan kelas
mereka. Pembagiannya diwakili oleh kakak relawan.
|
Adik-adik menerima baju seragam |
|
Dewi, mewakili relawan membagi baju |
|
Ibu guru bersama siswa-siswanya |
|
:D |
|
Langsung disimpan |
|
Ajari memakainya dong Kak, :D |
|
Yuk wefie! |
Kami berharap, selepas pembagian seragam, semua adik bisa berpakaian layak ke sekolah. Jadi semangat mencari ilmu. Semoga dengan seragam baru itu, tidak ada lagi adik-adik yang berseragam lusuh, sobek, berpeniti, dan tak berkancing. Memang, masih banyak adik lain yang butuh berseragam baru, tapi tak mampu membelinya. Karenanya, mari bersinergi bersama, berbagi dan menebar lebih banyak senyum untuk anak-anak Indonesia.***
|
Wefie time! |
|
Say haha! |
Gambar: Dokumentasi Ana, Dede Farsjad, Muhaemin, Sultan Munandar, Andi Arifayani
0 komentar