Merajut Kekompakan Sebagai Relawan Anak di Volunteer Camp Sobat LemINA 2017

Dear Sobat LemINA (dibuat oleh Warung Sosial)
 LemINA adalah rumah bagi kita semua, jika ada yang datang silakan ketuk pintu. Begitupun kalau ada yang mau pergi meninggalkan, pamit baik-baik – Kak Yusti (Manajemen LemINA)

Ekspresi haru Kak Yusti
Sepenggal kalimat yang sukses membuat haru itu disampaikan Kak Yusti selepas membaca selembar kertas tebal yang berisi ungkapan terima kasih Warung Sosial. Semua relawan memegang kartu ucapannya masing-masing dalam takjub dan haru yang membahagiakan. Eits, diam-diam ada yang menangis. Pelan-pelan mengusap kedua ujung matanya dengan jari tangannya. Kembali terisak pelan tanpa air mata.

“Inimi malam Minggu paling romantisku!” celetuk seorang teman sambil menggenggam bunga mawar.

“Astaga iya dih, malming pale' ini!”

Surprised!

Love!
Sabtu malam yang gerimis, di pinggir kolam renang setangkai mawar buatan tangan dan sebuah round pouch  tergeletak manis di meja panjang dengan nasi kotak Styrofoam untuk makan malam. Saya berterima kasih pada Bunda, Kak Indi, dan Eka untuk rencana makan malam romantisnya yang melarang siapapun membantu mereka merapikan dan menyiapkan makan malam. Juga untuk Rara yang tanpa tahu untuk tujuan apa telah ikut membuat banyak bunga untuk kami. Kejutannya sukses! Saya speechless!

* _*

Mengenal Diri

Sejak pagi kami sudah memenuhi sebuah teras yang cocok untuk menerima materi tentang kerelawanan khususnya sebagai relawan anak. Jadi dari tanggal 18 -19 Nopember lalu, saya mengisi akhir pekan di Wisata Kebun Gowa dalam rangka kegiatan Volunteer camp untuk peningkatan kapasitas relawan anak Sobat LemINA. Sembari menunggu teman-teman yang baru tiba di lokasi, kami menikmati nasi kuning yang didermakan Ainun. Apapun yang gratis selalu nikmat~ Makasih Ainun. Berkat nasi kuning, akhirnya banyak yang menilai Ainun sebagai orang yang suka memberi, suka mentraktir, dermawan, dan sinonim lainnya pada sesi “Who is she/he?”

Setidaknya bagi teman-teman, sesi menilai seseorang lebih mudah daripada menilai diri sendiri. Sebab kenyataannya, waktu 20 menit untuk menuliskan masing-masing 10 kelebihan dan kekurangan diri sendiri tidak cukup. Bahkan, saya bisa lebih banyak mengidentifikasi kekurangan yang saya miliki daripada kelebihan. Saya jadi malu sendiri memikirkan sudah sebesar ini masih terkesan ‘krisis identitas’ padahal seharusnya saya bisa lebih lancar menuliskan tentang jiwa dalam diri yang setiap hari saya bawa ke mana-mana ini.

Namun, beberapa orang berpendapat bahwa orang lainlah yang lebih bisa menilai kita sebab mereka melihat dan mengamati langsung hal-hal yang kadang tanpa kita sadari terefleksi di lingkungan kita. Namun, orang-orang masih sering keliru karena terlalu cepat menilai. Juga hanya mengetahui apa yang tampak dari luar dan terkesankan oleh kondisi yang membuat seseorang tidak nyaman sehingga bertindak tidak seperti dirinya yang seharusnya. Ini terjadi saat Bunda membacakan hasil penilaian teman-teman di hari terakhir. Kak Yusti, Rara, dan Kak Icha diminta untuk menjawab “ya atau tidak” untuk menilai benarkah penilaian teman-teman pada orang yang dinilai.  

Riuh teriakan menggema di pinggir kebun yang terlindung dari terik mentari yang terhalangi rimbun pohon karena terkuaklah karakter beberapa teman yang awalnya dinilai sebagai orang yang kalem tapi setelah semalaman berinteraksi ternyata aslinya cerewet! Bahkan yang bukan tim penilai pun antusias meneriakkan “tidak”. Juga tebak-tebakan tentang siapa yang menulis penilaian agak buruk seperti pakbal (menyebalkan), tukang PHP, dan lainnya.

Sejujurnya, saya sangat ingin punya penilaian yang ‘buruk’ dari teman-teman. Bukan berarti mengharapkan memiliki sifat buruk. Tapi tiap orang memang pasti memiliki sisi yang orang lain tidak suka tapi tidak ingin disampaikannya atau tidak tahu. Saya merasa kalau teman-teman belum mengetahuinya dan itu berarti kami belum akrab padahal sudah sering terlibat kegiatan di Sobat LemINA. Mungkin memang karena saya terlalu menghayati jadi seperti pemeran film Charlie Chaplin -_-“.

Sebagai Relawan Anak

Apa itu relawan? Bisakah kita menyebut orang-orang yang bekerja sukarela untuk partai atau kemenangan calon kepala daerah disebut relawan?

Materi Relawan Anak yang dipandu oleh Kak Bunga

Sebagai orang yang telah berniat menerjunkan diri dalam kegiatan-kegiatan untuk kepedulian pada anak-anak tanpa upah patut bagi kita untuk mengetahui isu-isu terhangat tentang anak-anak. Frasa “kids zaman now” yang juga jadi tema diskusi pagi itu sedang jadi istilah tren untuk melabeli suatu perbuatan yang dianggap hanya dilakukan atau terjadi pada anak-anak masa kini. Jika diamati, pelabelan “kids zaman now” lebih sering dikaitkan dengan hal-hal negatif.

Kami diberi kesempatan dalam kelompok untuk mendiskusikan tema tentang anak yang diberikan. Mengidentifikasi masalah yang berkembang di tengah anak-anak serta solusinya. Singkat saja sih tapi itu membuat kami lebih berpikir dan menganalisa keadaan. Pada akhirnya kami tercengang mengetahui keadaan anak-anak yang memburuk di tengah kemajuan teknologi. Semoga ini memotivasi kami terus terlibat dalam upaya mengukir senyum untuk anak-anak Indonesia. 

Kami juga mendengar hasil diskusi dari kelompok lain yang membahas tentang konvensi dan undang-undang yang mengatur tentang anak-anak. Tentang hak-hak dasar yang harus diberikan kepada anak. Sewaktu FAM bulan Juli lalu, Sobat LemINA kembali memperdengarkan hak-hak anak yang diyakini tidak banyak diketahui orangtua bahkan anak-anak. 

Bermain sambil Belajar

Volunteer camp diselenggarakan secara santai tapi tetap bertujuan menyampaikan esensi materi secara serius. Tiap materi dirancang memiliki permainan dan simulasi yang mengasyikkan. Belajar tentang mengorganisasi waktu oleh Kak Nur, kami diarahkan untuk merencanakan kegiatan Sobat LemINA dari perencanaan hingga pelaksanaannya dengan menerapkan GDP. Kelompok saya yang terdiri dari Kak Ifa, Chai, Atisa, dan Ryan mendapat kesempatan merencanakan Festival Anak Makassar which is more complicated dibandingkan kelompok lain yang mengorganisasi kegiatan Seragam Untuk Sobat dan Aku Sayang Badanku.

Untuk membangun kekompakan tim, kami ditantang untuk memindahkan sebotol air menggunakan tali raffia secara bersamaan. Kami serentak mengaitkan tali ke mulut botol secara bergantian dan tadaaa… dalam hitungan detik kami berhasil mengangkut sebotol air ke pinggir kebun yang berjarak ±10 meter lebih dulu daripada kelompok 1. Sebagai pemenang, kami bersorak kegirangan sambil meledek tim 1 yang belum bisa mengaitkan semua talinya.

Persaingan semakin memanas saat lomba menyusun puzzle secara bergilir berlangsung. Aksi saling protes antar kelompok sempat membuat ketegangan. Pada akhirnya, tim 1 memenangkan pertandingan itu. Kak Ichal masih memfasiltasi permainan sinergitas tim sore itu dengan instruksi yang membuat peserta kelompok harus fokus. Kami diminta menghitung jumlah pot di kebun belakang, jumlah kursi di kebun depan, dan menggambar denah kolam renang secara detail. Saya yang sekelompok Kak Ifa bertugas menghitung semua kursi. Tiga kelompok yang menghitung, tidak ada satupun yang sama. Kami yang penasaran dengan angka eksak pot dan kursi pun merongrong Kak Ichal. Meskipun kami sudah tahu pasti dikerjai, tapi tetap saja serius menghitung.

Dari semua permainan otak dan fisik bersama tim, kami diajak untuk mampu membangun komunikasi yang baik. Disadarkan pentingnya fokus pada tujuan dan membangun kerja sama yang baik demi pencapaian tujuan. Saya menikmati setiap permainan yang ditawarkan.

Masih mencari cara membentuk lingkaran dengan tali rafia nih

Leader kelompok satu pada sesi simulasi, Kak Yusniar, membacakan hasil diskusi rencana pembuatan mading

Lagi serius menyimak nih!

Paling eksis!

Materi Leadership yang dibawakan oleh Kak Yusti
Kebersamaan

Setelah momen haru di meja makan dan perut telah terisi, kami kembali menyimak materi communication skill yang dibawakan Kak Yusti di lantai dua penginapan tepat di depan tiga kamar perempuan yang kami sewa. Simulasi disituasikan dengan tiga kondisi yang kami amati.
Kak Icha terlibat dalam situasi ketiga, komunikasi dua arah
Kelompok saya yang terdiri dari Kak Dede, Kak Hikmah, Putri, dan Ilham menuliskan seperti pada gambar.

Hasil kerja tim kami dipresentasikan oleh Kak Hikmah dengan santai dan penuh humor

Kami berkesimpulan bahwa komunikasi itu penting. Bukan hanya sekadar mendengar berita yang belum jelas, tapi mengonfirmasi kebenaran perlu dilakukan. Sering, kami mengalami bagaimana sebuah kegiatan menjadi tidak berjalan baik karena kurangnya komunikasi antar teman. Saling harap mengharapkan terjadi yang tidak jarang berujung kekecewaan dan kekesalan karena yang diharapkan ternyata tidak terlaksana. Padahal memang, tidak ada komunikasi menitipkan harapan untuk dilakukan.

Presentasi dari Ryan, kelompok 3

Jika biasanya saya sangat senang membolak-balikkan buku baru, malam itu adalah pengecualian. Berlembar-lembar kertas warna-warni dijilid menjadi satu lalu diedarkan berdasarkan nama yang disebut membuat kami seperti ketiban bala yang berusaha sekuat tenaga untuk ditolak. Saat buku itu sampai di tangan kami, jantung kemudian berdegup tidak keruan. Ada rasa was-was yang menyelinap seketika saat halaman yang sekali dibuka itu meminta untuk dijawab. Isi buku itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang sensitif.

Tawa kami pecah saat Kak Ichal harus menjawab pertanyaan: pilih Dewi Perssik atau Nikita Mirzani? Juga meledek Atisa yang harus jujur menjawab siapa orang yang pernah ditipunya dan semua membenak apakah Bapaknya yang juga relawan Sobat LemINA adalah korbannya?Buku itu menginginkan kejujuran kami saat menjawab yang sebenarnya bukan masalah jika tak didengar orang. Lembaran warna-warni itu seperti tantangan ‘who am I’ yang lain.
Who are us?

Kami diantar tidur oleh video-video pendek kegiatan Sobat LemINA selama setahun belakangan. Seperti bernostalgia dengan kebersamaan yang diputar lewat gambar yang menangkap ekspresi-ekspresi kami sambil ramai-ramai menertawakannya.

Saat pagi menjelang menuju pukul enam, suara ribut-ribut telah memicu penghuni kamar untuk keluar. Benar saja, di kolam renang sudah ada Kak Dede, Bunda, Kak Ichal, Kak Suthe, Ryan, Kak Indi, Ainun dan Eka. Saya tak berniat untuk turun, meski sebenarnya tak tahan melihat air. Tapi hasutan-hasutan yang bilang, “ayolah! Kapan lagi berenang di Wisata Kebun sepagi ini. Kolam renang umum rasa milik sendiri!” Akhirnya saya terhasut juga.

Berenang!

Sarapan pagi setelah berenang

Surat Cinta dan Untuk LemINA

Jadwal pulang kami terundur. Semula direncanakan pukul 12 siang menjadi pukul 5 sore. Saking menikmati kebersamaan di hari Ahad yang ramai itu. Menjelang sore kami mengisi teras lesehan membentuk dua formasi U. Kak Indi memimpin instruksi sore itu untuk kami menuliskan harapan dan pesan untuk LemINA ke depannya. Tentu saja hal-hal baik selalu kami langitkan tanpa perintah untuk komunitas ini. Setelahnya, kami kembali harus menulis surat cinta untuk semua teman di kertas yang digulirkan.

Ekspresi haru Kak Dede saat membaca surat cinta dari sobat-sobat relawan

Tebak apa yang ada di benak Kak Indi!

Lagi lagi… kami dibuat emosional. Rasa haru dan tersentuh melingkupi jiwa kami hari itu membaca pesan yang disampaikan teman-teman relawan. Menulisnya pun dengan sepenuh hati meski dibatasi waktu. Beberapa teman relawan membuat saya harus menahan diri untuk mengungkapkan banyak hal karena khawatir tak dapat membendung perasaan yang berakhir dengan air mata. Kebersamaan selama dua hari itu membekas di hati saya. Terima kasih untuk LemINA yang telah mengadakan kegiatan Volunteer Camp yang dulu sering digadang-gadang untuk dihelat di Bali :p Bukan soal di mana, tapi bersama siapa dan melakukan apa.***


Pose yang benar dong!

Gambar: Dokumentasi Sobat LemINA

0 komentar