26 desember 2009


26 Desember 2009

Hari ini adalah hari pembagian rapor di sekolahku. Sebenarnya aku malas banget untuk pergi ke sekolah, udah terlanjur nggak ke sekolah selama dua pekan, sih. Apalagi di sekolah sunyi banget, yang datang ke sekolah bisa dihitung jari, bête banget,kan. Kantin tutup, lagi! Ngapain dong? Eits… aku bukannya mau ngebahas masalah keadaan sekolahku setelah ujian semester, tapi aku mau cerita saat hari pembagian rapor tiba.

Pagi ini aku datang ke sekolah seperti biasanya , jam 07.00 WITA. Sesampainya di sekolah aku menemukan ruang kelasku masih terisi enam murid yang sedang asyik bercerita.Syukurlah ada juga yang datang. Aku nggak sendiri.

“Jam berapakah terima rapor?” Tanya teman-temanku udah nggak sabar ingin melihat nilainya.

“Ada yang bilang sekitar jam dua belasan!” jawab seorang dari mereka.

“What? Jam dua belasan? Ahh, mendingan pulang deh!”

“Ndak ji! Paling jam sepuluh.” Kata Norma waBen di kelasku, dia emang selau jadi penengah dan keibuan. Mereka pun nggak jadi pulang, masih sabar menunggu sebentar. Beberapa menit kemudian teman-temanku yang lain berdatangan. Kelas jadi ramai, rutinitas setiap hari kami yah apalagi selain gossip. Emang, nggak akan ada yang bisa lepas dari gossip.


Beberapa jam kemudian, Ibu Ummiha wali kelas kami terlihat berjalan dari pintu gerbang, beberapa orang dari temanku berlari menghampirinya dan berbincang-bincang menuju kelasku, kelas IPA satu. Ibu Ummiha duduk di mejanya, beberapa dari temanku berteriak-teriak heboh.

“Pasti saya yang rangking satu. Buktikan sebentar!” Jawabnya Narsis.

“Masuk… masuk… adami ibu di dalam!” Ajak temanku kepada teman yang masih berada di luar kelas. Kelasku masih terdengar ribut, padahal wali kelasku sudah duduk di ruang kelas. Mereka semua nervous, kedengaran detak jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Tapi aku nggak. Biasa aja. Nggak tahu kenapa.

“Ana matima’ saya. Pasti jelek sekali isi raporku. Jadi pesuruhma’ in,hiks…hiks…” Ujar Nisa yang duduk di sebelahku, pesimis akan nilai rapornya.

“Akkhhh….. mampusma’ saya pulang di gantung sama maceku. Hancur pasti nilaiku!” Ungkap Ryan teman sebangkuku yang bertingkah seperti bakal menghadapi bahaya besar.

“We, Ryan kau nilaimu jelek lebih lebih saya…” Nisa ajak berdebat Ryan

“Mana… sejelek-jeleknya nilaimu pasti masih lebih jelek lagi nialiku!”Ryan nggak mau kalah.

Hingga akhirnya tibalah waktunya pembagian rapor, yang dimulai dari no.urut absen teratas hingga terbawah. Aku nomor urut 12, setelah Nisa. Nisa telah mengambil rapornya, dia loncat-loncat bukan kegirangan malah ngomel-ngomel ngaku nilainya jelek. Namaku di panggil tuh, aku naik keatas, aku nggak merasakn perasaan pappun. Biasa aja.

“Selamat yah. Kamu rangking satu” Ujar Ibu Ummiha kepadaku sambil bersalaman. 

Aku kaget, nggak percaya. Wajahku heran, jangan-jangan ibu salah lihat nama lagi! Atau mungkin salah hitung! Aku masih belum memercayainya. Kalau ini benar yah, ALHAMDULILLAH…. THANKS to ALLAH!. Aku turun, teman-temanku memberi ucapan selamat. Padahal selama ini aku nggak pernah kepikiran akan mendapat rangking satu. Sungguh ini dalah mukjizat dari ALLAH. Aku sangat bersyukur kepada Allah. Satu lagi anugerah terindah yang ia berikan kepadaku. Aku sih berharap dapat mempertahankannya. amiiieen..... walaupun dalam hatiku itu sesuatu yang bisa dibilang menjadi sebuah beban bagiku. apalagi seandainya jika aku gagal mempertahankannya. duh malu banget rasanya. Apalagi satu sekolahan sudah mengetahuinya. :(

5 komentar

  1. deeee,,, terima saja bukann ji hal jelek

    BalasHapus
  2. takutka terima kenyataan yang lebih buruk nanti

    BalasHapus
  3. Dikira, typo ternyata emang ada bahasa daerahnya. Tahun 2009 aku baru masuk SMP Kelas 7 hihihi

    BalasHapus
  4. Waaaa kakak Lusi... Ternyata adik tingkat saya. Bahasa daerah mana ini Kak?

    BalasHapus