Awal mula
Disclaimer: tulisan saya ini panjang dan mengandung curhatan!
Tahun 2018 adalah tahun yang amat berkesan bagi saya. Sudah
beberapa kali diulang-ulang karena saya amat bersyukur dan masih tidak
menyangka akan rezeki yang dianugerahkan Allah. Di tengah kesibukan belajar
sepanjang waktu sebagai persiapan menghadapi ujian penentu kelulusan yang kalau
bisa dianalogikan serupa ujian nasional pada tahun 2010, hanya mengandalkan
nilai ujian nasional. Saya mendaftar program kepemudaan yang diadakan
Kemenpora, Kirab Pemuda 2018. Program Kirab Pemuda adalah perjalanan napak tilas kebhinekaan untuk menginspirasi pemuda di setiap titik singgah dengan semangat kebangsaan untuk membangun dan merekatkan NKRI. Program ini masih tergolong muda karena masih berusia dua tahun tepat saat saya mendaftar sebagai angkatan kedua. Informasi terkait program saya peroleh dari grup Watsap.
Berulangkali dibagikan sampai saya akhirnya mencoba peruntungan dengan
mendaftar setelah sebelumnya saya abaikan.
Setelah mendaftar, saya belum melengkapi berkas yang
dipersyaratkan. Saya lebih dahulu mengulik isi situs resminya kirabpemuda2018.com
yang sebenarnya sulit saya akses melalui peramban ponsel. Saya terinspirasi
dengan visi dan misi program yang amat mulia: menyebarluaskan semangat bhinneka
tunggal ika dan merekatkan NKRI. Lebih lengkapnya sila cek di laman resmi.
Dalam benak saya kala itu, wah ini bisa jadi penebus keinginan menjadi Paskibra nih. Pikiran itu muncul setelah saya melihat profil peserta tahun lalu yang mayoritas memiliki latar belakang sebagai Paskibraka. Wajar sih karena tinggi badan minimal untuk putri harus 160 cm sebagai salah satu persyaratannya. Tapi jangan khawatir, karena beberapa teman saya memiliki tinggi badan di bawah 160 cm asalkan memiliki prestasi bagus dan bakat hebat.
Saya melengkapi berkas pendaftaran menjelang tenggat waktu,
30 Juni. Duh, saya belum move-on
perihal ini. Namun karena pendaftar masih dianggap sedikit, batas waktu
pendaftaran diundur sampai 14 Juli. Akhirnya saya juga mengundur niat
melengkapinya, duh sangat tidak patut dicontoh ya! Ada delapan dokumen yang
harus discan dan diunggah setelah diunduh dari situs dan diisi serta semuanya
harus bermaterai 6000: data diri, surat izin orangtua, surat keterangan belum
menikah, .........
Dua pekan kemudian, pengumuman kelulusan administrasi
peserta diumumkan. Program ini menjaring satu pasang (putra dan putri) sebagai
perwakilan provinsi seluruh Indonesia, maka ada masing-masing tiga kandidat
putra-putri yang akan diseleksi melalui wawancara langsung oleh utusan
Kemenpora. Sewaktu pendaftaran, saya melihat melalui situs bahwa cukup banyak
yang mendaftar sebagai perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan termasuk
orang-orang yang saya kenal. Pemuda Sulsel memang memiliki semangat besar dalam
mengikuti kegiatan kepemudaan, saya sangat mengakui itu.
Dibanding semua provinsi di kawasan timur Indonesia, saya
mengamati bahwa pendaftar Sulsel yang terbanyak. Namun kali ini saya cukup
percaya diri meski meragukan pencapaian yang saya miliki mungkin tidak
sebanding dengan para pendaftar lain. Saya meyakini: tidak ada yang bisa menghalangi seseorang dari suatu ketetapan jika
Allah yang berkehendak. Rezeki tidak akan pernah tertukar meski terkadang kita
merasa telah berusaha dengan sangat baik untuk mencapainya.
Proses Wawancara
Proses wawancara bertempat di Dispora Sulsel yang belum
sekalipun saya kunjungi. Wawancara dilakukan pada pukul 13.00 WITA yang kala
itu bertepatan dengan hari pertama saya melegakan diri setelah melewati uji
pengetahuan secara daring. Agenda yang bertepatan dengan sesi pengabadian diri
di studio dekat kampus akhirnya harus terkorbankan karena telah menunggu cukup
lama dan waktu wawancara hampir dihelat.
Jika Tami, teman sekelas saya yang juga mengikuti wawancara
tidak memaksa saya untuk segera meninggalkan studio, mungkin saya tidak akan
pernah merasakan pengalaman baru. Thanks
Tami :*. Pilihannya kala itu: melewatkan sesi foto studio bersama teman
sekelas dengan personil lengkap atau mengikhlaskan proses wawancara yang belum
tentu pula saya bisa lolos. Menggalaukan jiwa banget loh waku itu. Sepanjang
jalan saya terus terngiang teman-teman saya yang kecewa tapi tetap menyemangati
saya yang telah memilih keputusan.
Kami kena damprat sewaktu di Dispora. Pasalnya, saya dan
Tami yang datang berboncengan meminta izin menunaikan sholat dan makan. Cukup
lama menghabiskan waktu di Musholah sampai beberapa staf Dispora datang
bergantian memanggil kami. Rupanya utusan pewawancara dari Kemenpora telah
hadir di ruangan menunggu kami. Waktu wawancara juga ngaret lebih dari satu
jam. Peserta harus hadir seleuruhnya di dalam ruangan. Jika tidak, maka telah
dianggap gugur. Keempat peserta wawancara telah menunggu cukup lama sehingga
mereka berhak mendapat kesempatan wawancara lebih dahulu dan sudah bisa ditebak
saya dan Tami adalah yang terakhir.
Syarat mengikuti wawancara harus membawa SKCK, surat keterangan sehat, surat keterangan bebas narkoba, dan proposal pasca program. Jadi, saat mendaftar pun, tiap peserta harus mengunggah proposal rencana aksi pasca program. Kegiatan sosial yang dianggap dapat memberi dampak kepada pemuda dan mengajak pemuda untuk terlibat sebagai pelaku. Tersebab akan ada pertanyaan seputar proposal saat wawancara berlangsung.
Saya mengamati wajah masing-masing peserta yang beres
wawancara. Ada yang tertawa-tawa, ada yang masih menyisakan tegang di raut
wajahnya, ada yang santai saja, dan ada yang keringatan. Sembari menunggu, kami
berbincang dengan alumni Kirab Pemuda 2017 tentu saja perwakilan Sulsel.
Sebelumnya kami sudah mengenal keduanya dari grup Watsap yang sengaja dibuat
untuk menginformasikan teknis wawancara dan hal lainnya. Keduanya benar-benar
bak model yang tinggi semampai. Kami hanya bercakap-cakap dengan Ashraf yang
bebas keluar masuk ruang wawancara.
Ia menceritakan perihal pengalamannya
selama mengikuti kegiatan.
Saya mendapat giliran terakhir wawancara. Seperti biasa,
ketegangan menyergap sekujur tubuh saya. Menampakkannya dengan sangat nyata di
hadapan pewawancara. Saya berkenalan dengan resmi dan berusaha rileks. Ada tiga
pewawancara yang menanyakan kurang lebih 30 pertanyaan sesuai dokumen yang
dikumpulkan, dua orang berasal dari Kemenpora dan seorang dari Dispora. Di
ruangan yang cukup luas itu, setidaknya ada tiga hal yang ingin pewawancara
tahu: wawasan kebangsaan, sikap, dan bakat/keterampilan.
Perihal wawasan kebangsaan, pertanyaan diajukan seputar
Indonesia dan pilar kebangsaan (NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal
Ika). Sudah seperti tes wawasan kebangsaan CPNS banget kan, tapi versi lisan :D.
Saya yakin semua mampu melalui tahap ini. Tentang sikap, pertanyaannya bisa
sangat relatif tergantung pewawancara dan bagaimana mereka melihat diri kita.
Saya juga sempat ditanya mengenai keislaman dan proses belajar saya. Mereka
ingin tahu bagaimana sikap kita saat kelak menjalankan program, berada di
tengah masyarakat majemuk, dan di antara pemerintah daerah. Mereka juga ingin
mengetahui seperti apa karakter kita. Mungkin itu alasan mengapa saya diminta
menulis sesuatu sembari diberi pertanyaan.
Mengenai bakat dan keterampilan, banyak sekali yang
mempertanyakan ini setelah saya dinyatakan sebagai peserta terpilih terkhusus
orang di rumah. Bakat apa yang saya tampilkan sehingga saya terpilih? Saya
menunjukkan bakat sesuai apa yang saya tuliskan di formulir. Saya tidak akan
menyebutkannya :p biar saja semua penasaran kecuali yang telah saya beritahu.
Tiap peserta juga diminta untuk mempraktikkan baris-berbaris sesuai aba-aba:
balik kanan, hadap kanan, hadap kiri, jalan di tempat dll. Yaa, meski bukan
mantan paskibra tapi sejak SD sampai SMA saya aktif mengikuti lomba
baris-berbaris jadi masih bisa menjalankan instruksi.
Tunjukkan bakat dan keterampilan terbaik yang dimiliki.
Tidak harus melulu tentang kemampuan seni: menyanyi dan menari. Ada ratusan
bakat yang bisa ditampilkan sebagai hiburan dan pertunjukan yang mungkin saja
tidak semua orang memilikinya dan berpotensi melakukannya apalagi jika
keterampilan berhubungan dengan kearifan lokal. Tentu sangat menarik!
Oh iya, saya juga diajak bercakap dalam bahasa Inggris.
Pewawancara ingin tahu sejauh mana saya mampu berbahasa Inggris dengan baik.
Bisa membuat lawan bicara mengerti apa yang saya sampaikan dan saya juga
memahami pertanyaan apa yang harus saya jawab. Pertanyaannya tentang objek
wisata terkenal di Sulsel. Saya menyebut banyak nama pantai, tapi rupanya
pewawancara mengarahkan saya ke Bantimurung. Ini juga penting. Pemahaman dan
pengetahuan tentang daerah asal dan yang akan diwakili.
Berfoto bersama pewawancara dari Kemenpora, Dispora, dan Alumni Kirab Pemuda 2017 (dok. Kirab Pemuda Sulsel) |
Kami pulang hampir magrib dan diarahkan untuk menunggu
keputusan sampai sepekan ke depan. Pewawancara mengaku bahwa mereka tidak
saling mengetahui nilai yang diberikan. Keputusan tentang siapa yang akan
mewakili Sulsel menjadi rahasia panitia yang mengakumulasi nilai akhir dari
hasil wawancara. Saya dan Tami pulang dengan lelah yang menumpuk namun lega
karena berhasil tidak menyerah. Tami bilang, saya ndak masalah mau lolos atau tidak yang penting saya sudah mencoba
dan tidak menyerah.
Kami selalu saling bercanda tentang siapa perwakilan putri
yang bakal lolos sejak pengumuman kelulusan administrasi. Jika saya ikut foto
studio, peluang dia besar. Jika dia mengikuti saran teman spesialnya, peluang
saya besar. Tapi bagaimana jika kami berdua mundur? Peluang satu-satunya
peserta perempuan sudah bisa dipastikan.
Resmi jadi delegasi
Sepekan kemudian tepat tanggal 8 Agustus, grup Calon Peserta
Kirab Pemuda Sulsel dihebohkan dengan unggahan dokumen yang memuat nama-nama
peserta inti resmi dari hasil seleksi. Saya menjadi yang terakhir tahu dan
membuka grup lewat tengah malam. Tami mengabari saya lewat twiter agar saya
mengecek grup Watsap. Ada banyak kejutan: nama delegasi putra dan nama saya.
Semua di luar prediksi utamanya yang delegasi putra karena mereka memang
bersaing ketat. Saingan saya adalah mantan anggota paskibra kota Makassar dan
mantan Pengajar Muda Indonesia Mengajar. Saya bukan siapa-siapa dibandingkan
kedua pencapaian mereka.
Saya harus meyakinkan banyak pihak yang kadang meragukan
saya, mempertanyakan banyak hal dari proses yang saya lalui sampai saya
terpilih. Saya tidak mengenal seorang pun di Dispora dan Kemenpora andai jika
ada yang tega berpikir saya terlibat nepotisme. Proses wawancara pun saya
jalani tanpa banyak ‘menjual diri’. Menjawab pertanyaan dengan sepenuh hati dan
saat itu saya benar-benar nothing to
loose.
Sejak awal memang saya telah yakin dan berusaha sebisanya.
Memperbaiki niat mengikuti Kirab Pemuda 2018 untuk berbakti kepada negeri,
tidak menjadikan jalan-jalan keliling Indonesia sebagai tujuan utama.
Menjadikannya sebagai bonus program karena telah mau ikut mewujudkan misi kegiatan
sebagaimana yang ada di laman resmi. Memang agak sulit berniat seperti itu
seutuhnya, but I did. Makanya saya
tidak punya banyak foto-foto bak pelancong. Yaa karena kagak ada yang
potoin.
Tami menyelamati saya. Sumpah, sangat tidak nyaman ‘menang’ dari persaingan dengan teman baik sendiri. Saya pun tidak mengaku menang, ini rezeki dari Allah. Selama proses mempersiapkan diri dan segala hal, saya dibuat galau dengan penantian untuk mengikuti tes seleksi CPNS yang dikabarkan telah dekat. Orangtua awalnya sangat senang dan mendukung lalu kemudian memberi pertimbangan tentang bagaimana jika kelak pendaftaran tes CPNS tiba dan saya belum berada di rumah. Saya sempat memikirkan mundur, mengirim pesan pribadi kepada panitia Kirab Pemuda dengan bertanya bagaimana jika ada yang mundur, apakah akan diganti dengan peserta cadangan. Meski tertulis, saya bisa merasakan jika pesan balasan bernada tinggi. Ada konsekuensi besar yang harus ditebus peserta yang dengan sengaja mundur tanpa alasan yang bisa diterima seperti sakit parah atau meninggal dunia. Dengan segala pertimbangan akhirnya saya tetap maju.
Persiapan menuju
PPPON
Perjuangan keberangkatan bagi saya tak kalah dramatis. Kami sudah
harus berada di Jakarta pada 29 Agustus dengan segala perlengkapan yang wajib
dibawa. Malam setelah pengumuman saya resmi bergabung dengan grup Kirab Pemuda
2018 yang menampung peserta terpilih dari semua provinsi dan panitia dari
Kemenpora.
Saya tidak menjumpai masalah dengan perlengkapan pribadi.
Hanya saja, saya ribet mempersiapkan pakaian adat. Selama ini saya tidak pernah
berjuang mencari. Tiap dibutuhkan, memang sudah ada. Maka jadilah saya pusing
memikirkan ke mana harus memperolehnya dan meminjamnya selama tiga bulan
keliling Indonesia. Jadilah saya membeli, tapi rupanya bajunya tidak terbeli
alias penjual tidak memasukkan bajunya hanya sarung dan asesoris. Ternyata, Ibu
saya sudah mendapat pakaian adat yang bisa disewa selama tiga bulan dengan
harga Rp. 300.000,- dari temannya. Alhamdulillah, ada juga yang mau menyewakan
dengan harga miring.
Saya dan pasangan provinsi harus mengurus beberapa hal
dengan Dispora Provinsi. Termasuk bantuan yang kami peroleh masing-masing
sejumlah Rp. 1.500.000,-. Anugerah banget sih bisa dapat bantuan segitu, jadi
bisa dipakai menyewa dan membeli perlengkapan baju adat, bendera provinsi, dan
makanan buat oleh-oleh. Oh iya, saya juga masih sempat memesan kain batik khas
Sulsel yang bermotif lontarak dari salah satu bisnis pakaian di Jeneponto.
Subuh-subuh buta, saya sudah siap dengan koper berukuran 24”
dan ransel yang memuat perlengkapan pribadi. Sejak awal kami disarankan untuk
membawa baju secukupnya. Berapa tuh? Dua pasang. Kaget sih, untuk berjaga-jaga
saya membawa 9 pasang: tiga pasang piyama, dua blus, satu kaos panjang, satu
rok, dua batik, satu celana olahraga dan 6 jilbab (maroon, hitam, krem, dongker
dan abu-abu). Saya tidak menyesal membawa segitu banyak pakaian karena terbukti
sangat berguna selama masa pembekalan di PPPON (Pusat Pemberdayaan Pemuda dan
Olahraga Nasional).
Sebelum berangkat program, saya mengirim pulang satu ransel
pakaian untuk menjaga ruang di koper saya jikalau kelak mendapat baju pembagian
selama perjalanan seperti pengalaman para alumni tahun lalu. Selain itu,
adapula pakaian perlengkapan yang dibagikan dari Kemenpora. Satu ransel gunung
yang berisi dua baju PDL berwarna krem macam Satpol PP, dua baju kaos panjang
merah dan putih, jaket olahraga, celana olahraga, baju batik, rok hitam, dua
pasang sepatu PDL, sepatu olahraga, dan pentofel hitam serta 2 topi senada warna
baju. Sejak dari PPPON inilah perjalanan, pengalaman, dan petualangan menarik
saya dimulai.***
Makassar, 12 Februari 2019