“Akhirnya sudah bisa melihat dunia!” Ungkap Tutiana, partner berjuang saya untuk Uji Kinerja dengan lega pada hari rabu yang bertepatan dengan tanggal cantik 8/8/18. Menjelang dhuhur, saya juga telah melangkah keluar ruang kelas. Langkah saya yang sejak pagi terasa berat kini menjadi lebih ringan seperti berkilo-kilogram beban lepas dari diri saya. Benar-benar sudah bisa melihat dunia :D
Uji kinerja adalah ujian dalam bentuk proses mengajar nyata di dalam kelas sesuai perangkat pembelajaran yang telah peserta rancang sesuai waktu dan materi pokok. Di dalam kelas akan ada dua penguji yang berasal dari dosen dan pendidik profesional yang telah mengantongi Nomor registrasi pendidik. Beliau-beliau akan menilai perangkat yang kami buat dengan detail serta proses yang berlangsung di dalam kelas. Proses mengajar tetap berjalan seperti biasa, meski saya sering sekali melihat ke arah tim penguji mengecek ekspresi apa yang ditampakkan. Tapi biasa saja.
Sebelum UKin, dua pekan sebelumnya
kami telah melakukan UP (uji pengetahuan) di mana persiapan dan uji mentalnya
menurut saya jauh lebih besar. Sejak awal Juli kami sudah mencetak berlembar-lembar soal kimia analisis dan bahan bacaan yang diperoleh dari internet. Setiap hari
kami datang ke kampus, meminta izin pemakaian ruangan dan bersama-sama membahas
soal-soal. Sejak awal kami berharap ada pendalaman materi yang diberikan dosen
dari kampus. Alhamdulillah beberapa kali terlaksana, meski tidak seintensif
ekspektasi kami.
Tepat di hari pelaksanaan UP saya sudah berada di gedung Phinisi pada jam 11 sementara jadwal ujian adalah jam 1. Saya mengisi perut sendirian di pelataran dengan nasi kotak yang saya beli sambil mengontrol emosi yang muncul jelang ujian dan mengamati sisa keriuhan Dies Natalis. Jelang setengah satu lantai 4 telah ramai oleh peserta ujian dari berbagai jurusan. Beberapa teman tampak masih sibuk membuka kertas, membaca materi dan mengingat-ingat sambil komat-kamit. Beberapa lainnya tampak asyik berdiskusi tentang spektrometri yang bagi saya sulit dipahami karena tidak pernah melihat alatnya dan mengoperasikannya langsung.
UKin juga menandai akhir perjuangan PPG
kami, teman-teman rantau pun berniat kembali ke kampung halamannya. Maka untuk
menghargai kebersamaan (terakhir), kami menghelat acara makan-makan sederhana
di rumah Tami. Makanan yang kami buat adalah kapurung dan palekko ayam super
pedas. Nikmat sekali rasanya sambil menahan sensasi pedas yang membakar lidah
sampai terasa di ubun-ubun. Terima kasih untuk teman-teman yang tetap kompak
sampai akhir. Acara diakhiri dengan cipika-cipiki dan doa bertemu kembali saat wisuda.
Aamiin. Guys, I thank Allah who gathers
us in PPG Prajabatan Bersubsidi 2017. Sampai ketemu di momen wisuda
mendatang!***
Ungkapan itu dikutip oleh teman-teman PPG yang mendengarnya berulangkali. Tersebab mewakili perasaan kami yang akhirnya bisa bernapas lega karena akhirnya berhasil melalui dua tahap ujian untuk menjadi pendidik profesional yang sungguh sangat menguras pikiran dan tenaga. Walau sebenarnya, kami menyembunyikan beban pikiran menunggu pengumuman hasil ujian beberapa pekan berikutnya. Hwaaah…. jantung saya secara otomatis berdegup kencang membuat saya sakit perut.
Akhirnya... bisa melihat dunia! (kutipan andalanG sehabis UKin) |
Bareng Ibu Agustinawati, guru penguji UKin dan para guardian yang ikhlas mengurus kami (thanks) :) |
Uji kinerja adalah ujian dalam bentuk proses mengajar nyata di dalam kelas sesuai perangkat pembelajaran yang telah peserta rancang sesuai waktu dan materi pokok. Di dalam kelas akan ada dua penguji yang berasal dari dosen dan pendidik profesional yang telah mengantongi Nomor registrasi pendidik. Beliau-beliau akan menilai perangkat yang kami buat dengan detail serta proses yang berlangsung di dalam kelas. Proses mengajar tetap berjalan seperti biasa, meski saya sering sekali melihat ke arah tim penguji mengecek ekspresi apa yang ditampakkan. Tapi biasa saja.
Sedang UKin, siswanya lagi kalem. |
Jadi begini penilaiannya (sumber: P3G) |
Semangat! |
Kami belajar sendiri tanpa tutor,
menjadikan teman yang pengetahuannya lebih banyak sebagai tutor. Tersebab kami
angkatan pertama sehingga tidak ada gambaran dari senior tentang bentuk soal
ujian. Belum lagi kami belajar banyak sekali materi karena khawatir ada soal
yang akan keluar tapi tidak pernah dipelajari. Efek tidak ada kisi-kisi yang
dikeluarkan Dibelmawa, jadilah kami belajar berbekal kisi-kisi peserta PPG Dalam Jabatan saja yang beberapa
instruktur P3G malah berpendapat bahwa soalnya akan berbeda. Tetap saja kami pakai
karena ujian kurang dari sebulan lagi sementara kami harus menguasai empat
kompetensi ujian (profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadian) tanpa ada petunjuk resmi.
Tepat di hari pelaksanaan UP saya sudah berada di gedung Phinisi pada jam 11 sementara jadwal ujian adalah jam 1. Saya mengisi perut sendirian di pelataran dengan nasi kotak yang saya beli sambil mengontrol emosi yang muncul jelang ujian dan mengamati sisa keriuhan Dies Natalis. Jelang setengah satu lantai 4 telah ramai oleh peserta ujian dari berbagai jurusan. Beberapa teman tampak masih sibuk membuka kertas, membaca materi dan mengingat-ingat sambil komat-kamit. Beberapa lainnya tampak asyik berdiskusi tentang spektrometri yang bagi saya sulit dipahami karena tidak pernah melihat alatnya dan mengoperasikannya langsung.
Ujian baru dilaksanakan hampir jam
2. Kami menunggu di batas yang ditentukan, lesehan sambil menyiapkan
mental. Berbincang dengan senior yang sudah lulus PPG dan berdoa setelah
aba-aba panitia menyuruh masuk. Jantung saya memang sudah stabil, sebab
seharian sebelumnya telah berdegup lebih kencang sampai rasanya seperti hampir lepas sehingga tidak lagi fokus
belajar. Selama waktu menunggu juga saya bahkan 3 kali ke toilet. Menahan minum
agar tidak buang air kecil lagi.
---
Satu jam berlalu saat kami
berhadapan dengan komputer yang menampilkan soal-soal, tiba-tiba saja layar segiempat itu tidak merespon perintah klik dari tetikus yang saya arahkan. Saya mendadak panik, memanggil
panitia yang berjaga di ruangan. Beliau membalas kepanikan saya dengan lebih
tenang yang justru membuat saya semakin panik dan gusar.
“Mau diapa, efek jaringan dari
pusat itu dek, kami juga tidak bisa berbuat banyak!” akhirnya saya mesti duduk
diam mengontrol napas dan perasaan selama 30 menit lebih sementara di belakang
saya para panitia dari ruang lain datang dan sibuk berdiskusi mencari solusi
dan mengecek komputer. Saya hampir menangis tapi akhirnya bisa tenang setelah
mengetahui bukan hanya komputer saya yang bermasalah tapi semua orang di
ruangan itu. Oh, saya tidak sendiri…
Beranjak meninggalkan ruangan, kami
malah diserang gereget saat mencocokkan jawaban. Sejujurnya saya tak ingin
membahasnya, karena apa yang nampak biasa-biasa saja sebenarnya justru menyimpan
perasaan yang ditumpuki kecemasan. Seorang teman yang sudah bergelar Gr dari
program SM3T menanyai saya perihal keadaan saat ujian dan soal-soalnya.
Dia membandingkan keadaan saat dia dan teman-temannya selesai UP pertama. Pemandangan yang tampak adalah air mata yang membanjiri wajah-wajah peserta, menampakkan kekhawatiran dan emosi yang sesungguhnya.
Dua hari lalu, tanggal 10 Agustus
2018 yang bertepatan dengan hari terakhir UKin sejak perdana dilaksanakan
tanggal 7 di sekolah PPL kami benar-benar merasa telah bebas. Lega… Meskipun
sekali lagi saya menyimpan rasa yang akan saya ledakkan kelak saat pengumuman
kelulusan. Bentuk perasaan itu masih saya simpan, sebab sekarang saya mencoba
tawakkal kepada Allah. Saya merasa sejak bulan Juli telah berusaha, belajar dan
berdoa bahkan di tengah kondisi fisik yang tiba-tiba menurun sejak dua pekan
menjelang ujian. Demam setiap malam, tenggorokan sakit, suara serak, dan lendir
berkumpul di dalam sebelah hidung yang turut menjadi alasan saya melewatkan
liburan bersama ke Bira. Allah you know
what the best for us, we depend upon You. Maka mulai dari sekarang persiapkan
hati mendengar dan menerima apa yang akan terjadi. Kita sangat tahu bahwa itu
sulit tapi harus!
Habiskan.... |
See you guys. Kok blur? Tanyakan sama yang motret :'D |
Gambar: dokumentasi pribadi, Yaumil, Kak Asiah
12 Agustus 2018
Dengan perasaan campur aduk