Dear Sobat LemINA (dibuat oleh Warung Sosial) |
LemINA adalah rumah bagi kita semua, jika ada yang datang silakan ketuk pintu. Begitupun kalau ada yang mau pergi meninggalkan, pamit baik-baik – Kak Yusti (Manajemen LemINA)
Ekspresi haru Kak Yusti |
Sepenggal kalimat yang sukses membuat
haru itu disampaikan Kak Yusti selepas membaca selembar kertas tebal yang
berisi ungkapan terima kasih Warung Sosial. Semua relawan memegang kartu
ucapannya masing-masing dalam takjub dan haru yang membahagiakan. Eits,
diam-diam ada yang menangis. Pelan-pelan mengusap kedua ujung matanya dengan
jari tangannya. Kembali terisak pelan
tanpa air mata.
“Inimi
malam Minggu paling romantisku!” celetuk seorang teman sambil menggenggam
bunga mawar.
“Astaga iya dih, malming pale' ini!”
Surprised! |
Love! |
Sabtu malam yang gerimis, di pinggir
kolam renang setangkai mawar buatan tangan dan sebuah round pouch tergeletak manis
di meja panjang dengan nasi kotak Styrofoam untuk makan malam. Saya
berterima kasih pada Bunda, Kak Indi, dan Eka untuk rencana makan malam
romantisnya yang melarang siapapun membantu mereka merapikan dan menyiapkan
makan malam. Juga untuk Rara yang tanpa tahu untuk tujuan apa telah ikut membuat
banyak bunga untuk kami. Kejutannya sukses! Saya speechless!
* _*
Mengenal
Diri
Sejak pagi kami sudah memenuhi sebuah
teras yang cocok untuk menerima materi tentang kerelawanan khususnya sebagai
relawan anak. Jadi dari tanggal 18 -19 Nopember lalu, saya mengisi akhir pekan
di Wisata Kebun Gowa dalam rangka kegiatan Volunteer
camp untuk peningkatan kapasitas relawan anak Sobat LemINA. Sembari
menunggu teman-teman yang baru tiba di lokasi, kami menikmati nasi kuning yang
didermakan Ainun. Apapun yang gratis selalu nikmat~ Makasih Ainun. Berkat nasi
kuning, akhirnya banyak yang menilai Ainun sebagai orang yang suka memberi,
suka mentraktir, dermawan, dan sinonim lainnya pada sesi “Who is she/he?”
Setidaknya bagi teman-teman, sesi
menilai seseorang lebih mudah daripada menilai diri sendiri. Sebab kenyataannya, waktu 20 menit untuk menuliskan masing-masing 10 kelebihan dan kekurangan diri
sendiri tidak cukup. Bahkan, saya bisa lebih banyak mengidentifikasi kekurangan
yang saya miliki daripada kelebihan. Saya jadi malu sendiri memikirkan sudah
sebesar ini masih terkesan ‘krisis identitas’ padahal seharusnya saya bisa
lebih lancar menuliskan tentang jiwa dalam diri yang setiap hari saya bawa ke
mana-mana ini.
Namun, beberapa orang berpendapat bahwa
orang lainlah yang lebih bisa menilai kita sebab mereka melihat dan mengamati
langsung hal-hal yang kadang tanpa kita sadari terefleksi di lingkungan kita.
Namun, orang-orang masih sering keliru karena terlalu cepat menilai. Juga hanya
mengetahui apa yang tampak dari luar dan terkesankan oleh kondisi yang membuat
seseorang tidak nyaman sehingga bertindak tidak seperti dirinya yang seharusnya.
Ini terjadi saat Bunda membacakan hasil penilaian teman-teman di hari terakhir.
Kak Yusti, Rara, dan Kak Icha diminta untuk menjawab “ya atau tidak” untuk
menilai benarkah penilaian teman-teman pada orang yang dinilai.
Riuh teriakan menggema di pinggir kebun
yang terlindung dari terik mentari yang terhalangi rimbun pohon karena terkuaklah karakter
beberapa teman yang awalnya dinilai sebagai orang yang kalem tapi setelah
semalaman berinteraksi ternyata aslinya cerewet! Bahkan yang bukan tim penilai
pun antusias meneriakkan “tidak”. Juga tebak-tebakan tentang siapa yang menulis
penilaian agak buruk seperti pakbal
(menyebalkan), tukang PHP, dan lainnya.
Sejujurnya, saya sangat ingin punya
penilaian yang ‘buruk’ dari teman-teman. Bukan berarti mengharapkan memiliki
sifat buruk. Tapi tiap orang memang pasti memiliki sisi yang orang lain tidak
suka tapi tidak ingin disampaikannya atau tidak tahu. Saya merasa kalau
teman-teman belum mengetahuinya dan itu berarti kami belum akrab padahal sudah
sering terlibat kegiatan di Sobat LemINA. Mungkin memang karena saya terlalu
menghayati jadi seperti pemeran film Charlie Chaplin -_-“.
Sebagai
Relawan Anak
Apa
itu relawan? Bisakah kita menyebut orang-orang yang bekerja sukarela untuk
partai atau kemenangan calon kepala daerah disebut relawan?
Materi Relawan Anak yang dipandu oleh Kak Bunga |
Sebagai orang yang telah berniat menerjunkan diri dalam kegiatan-kegiatan untuk kepedulian pada anak-anak tanpa
upah patut bagi kita untuk mengetahui isu-isu terhangat tentang anak-anak.
Frasa “kids zaman now” yang juga jadi
tema diskusi pagi itu sedang jadi istilah tren untuk melabeli suatu perbuatan
yang dianggap hanya dilakukan atau terjadi pada anak-anak masa kini. Jika
diamati, pelabelan “kids zaman now”
lebih sering dikaitkan dengan hal-hal negatif.
Kami diberi kesempatan dalam kelompok untuk mendiskusikan tema tentang anak yang diberikan. Mengidentifikasi masalah yang berkembang di tengah anak-anak serta solusinya. Singkat saja sih tapi itu membuat kami lebih berpikir dan menganalisa keadaan. Pada akhirnya kami tercengang mengetahui keadaan anak-anak yang memburuk di tengah kemajuan teknologi. Semoga ini memotivasi kami terus terlibat dalam upaya mengukir senyum untuk anak-anak Indonesia.
Kami juga mendengar hasil diskusi dari
kelompok lain yang membahas tentang konvensi dan undang-undang yang mengatur
tentang anak-anak. Tentang hak-hak dasar yang harus diberikan kepada anak.
Sewaktu FAM bulan Juli lalu, Sobat LemINA kembali memperdengarkan hak-hak anak
yang diyakini tidak banyak diketahui orangtua bahkan anak-anak.
Bermain
sambil Belajar
Volunteer
camp diselenggarakan
secara santai tapi tetap bertujuan menyampaikan esensi materi secara serius.
Tiap materi dirancang memiliki permainan dan simulasi yang mengasyikkan. Belajar
tentang mengorganisasi waktu oleh Kak Nur, kami diarahkan untuk merencanakan
kegiatan Sobat LemINA dari perencanaan hingga pelaksanaannya dengan menerapkan
GDP. Kelompok saya yang terdiri dari Kak Ifa, Chai, Atisa, dan Ryan mendapat
kesempatan merencanakan Festival Anak Makassar which is more complicated dibandingkan kelompok lain yang
mengorganisasi kegiatan Seragam Untuk Sobat dan Aku Sayang Badanku.
Untuk membangun kekompakan tim, kami
ditantang untuk memindahkan sebotol air menggunakan tali raffia secara
bersamaan. Kami serentak mengaitkan tali
ke mulut botol secara bergantian dan tadaaa… dalam hitungan detik kami berhasil
mengangkut sebotol air ke pinggir kebun yang berjarak ±10 meter lebih dulu
daripada kelompok 1. Sebagai pemenang, kami bersorak kegirangan sambil meledek
tim 1 yang belum bisa mengaitkan semua talinya.
Persaingan semakin memanas saat lomba
menyusun puzzle secara bergilir
berlangsung. Aksi saling protes antar kelompok sempat membuat ketegangan. Pada
akhirnya, tim 1 memenangkan pertandingan itu. Kak Ichal masih memfasiltasi
permainan sinergitas tim sore itu dengan instruksi yang membuat peserta
kelompok harus fokus. Kami diminta menghitung jumlah pot di kebun belakang,
jumlah kursi di kebun depan, dan menggambar denah kolam renang secara detail.
Saya yang sekelompok Kak Ifa bertugas menghitung semua kursi. Tiga kelompok
yang menghitung, tidak ada satupun yang sama. Kami yang penasaran dengan angka
eksak pot dan kursi pun merongrong Kak Ichal. Meskipun kami sudah tahu pasti
dikerjai, tapi tetap saja serius menghitung.
Dari semua permainan otak dan fisik bersama tim, kami diajak untuk mampu membangun komunikasi yang baik. Disadarkan pentingnya fokus pada tujuan dan membangun kerja sama yang baik demi pencapaian tujuan. Saya menikmati setiap permainan yang ditawarkan.
Dari semua permainan otak dan fisik bersama tim, kami diajak untuk mampu membangun komunikasi yang baik. Disadarkan pentingnya fokus pada tujuan dan membangun kerja sama yang baik demi pencapaian tujuan. Saya menikmati setiap permainan yang ditawarkan.
Leader kelompok satu pada sesi simulasi, Kak Yusniar, membacakan hasil diskusi rencana pembuatan mading |
Lagi serius menyimak nih! |
Paling eksis! |
Kebersamaan
Setelah momen haru di meja makan dan
perut telah terisi, kami kembali menyimak materi communication skill yang dibawakan Kak Yusti di lantai dua
penginapan tepat di depan tiga kamar perempuan yang kami sewa. Simulasi
disituasikan dengan tiga kondisi yang kami amati.
Kak Icha terlibat dalam situasi ketiga, komunikasi dua arah |
Kelompok saya yang terdiri dari Kak
Dede, Kak Hikmah, Putri, dan Ilham menuliskan seperti pada gambar.
Hasil kerja tim kami dipresentasikan oleh Kak Hikmah dengan santai dan penuh humor |
Kami berkesimpulan bahwa komunikasi itu
penting. Bukan hanya sekadar mendengar berita yang belum jelas, tapi
mengonfirmasi kebenaran perlu dilakukan. Sering, kami mengalami bagaimana
sebuah kegiatan menjadi tidak berjalan baik karena kurangnya komunikasi antar
teman. Saling harap mengharapkan terjadi yang tidak jarang berujung kekecewaan
dan kekesalan karena yang diharapkan ternyata tidak terlaksana. Padahal memang,
tidak ada komunikasi menitipkan harapan untuk dilakukan.
Presentasi dari Ryan, kelompok 3 |
Jika biasanya saya sangat senang
membolak-balikkan buku baru, malam itu adalah pengecualian. Berlembar-lembar
kertas warna-warni dijilid menjadi satu lalu diedarkan berdasarkan nama yang
disebut membuat kami seperti ketiban bala yang berusaha sekuat tenaga untuk
ditolak. Saat buku itu sampai di tangan kami, jantung kemudian berdegup tidak
keruan. Ada rasa was-was yang menyelinap seketika saat halaman yang sekali
dibuka itu meminta untuk dijawab. Isi buku itu adalah pertanyaan-pertanyaan
yang sensitif.
Tawa kami pecah saat Kak Ichal harus menjawab pertanyaan: pilih Dewi Perssik atau Nikita Mirzani? Juga meledek Atisa yang harus jujur menjawab siapa orang yang pernah ditipunya dan semua membenak apakah Bapaknya yang juga relawan Sobat LemINA adalah korbannya?Buku itu menginginkan kejujuran kami saat menjawab yang sebenarnya bukan masalah jika tak didengar orang. Lembaran warna-warni itu seperti tantangan ‘who am I’ yang lain.
Who are us? |
Kami diantar tidur oleh video-video
pendek kegiatan Sobat LemINA selama setahun belakangan. Seperti bernostalgia
dengan kebersamaan yang diputar lewat gambar yang menangkap ekspresi-ekspresi
kami sambil ramai-ramai menertawakannya.
Saat pagi menjelang menuju pukul enam, suara ribut-ribut telah memicu penghuni kamar untuk keluar. Benar saja, di
kolam renang sudah ada Kak Dede, Bunda, Kak Ichal, Kak Suthe, Ryan, Kak Indi,
Ainun dan Eka. Saya tak berniat untuk turun, meski sebenarnya tak tahan melihat
air. Tapi hasutan-hasutan yang bilang, “ayolah!
Kapan lagi berenang di Wisata Kebun sepagi ini. Kolam renang umum rasa milik
sendiri!” Akhirnya saya terhasut juga.
Berenang! |
Sarapan pagi setelah berenang |
Surat
Cinta dan Untuk LemINA
Jadwal pulang kami terundur. Semula
direncanakan pukul 12 siang menjadi pukul 5 sore. Saking menikmati kebersamaan di hari Ahad yang ramai itu. Menjelang sore kami mengisi teras lesehan
membentuk dua formasi U. Kak Indi memimpin instruksi sore itu untuk kami
menuliskan harapan dan pesan untuk LemINA ke depannya. Tentu saja hal-hal baik
selalu kami langitkan tanpa perintah untuk komunitas ini. Setelahnya, kami
kembali harus menulis surat cinta untuk semua teman di kertas yang digulirkan.
Ekspresi haru Kak Dede saat membaca surat cinta dari sobat-sobat relawan |
Tebak apa yang ada di benak Kak Indi! |
Pose yang benar dong! |
Gambar: Dokumentasi Sobat LemINA