Cerita PPL di Sekolah Analis Terkemuka

Sudah siap nih gan!

Setelah berhenti mengajar di sekolah khusus putri untuk mengikuti serangkaian program PPG demi selembar sertifikat yang menganugerahi gelar pendidik profesional, kembali saya merasakan mengajar di sekolah negeri di Makassar. Kembali saya bertemu anak-anak laki-laki dan perempuan dalam satu kelas. Bedanya, jika dulu hanya sempat mengajar di sekolah negeri biasa maka kali ini saya berkesempatan mengajar anak-anak SMK Analisis Kimia paling terkenal di kawasan timur Indonesia, SMK SMAK Makassar.

Perhatikan awannya :O

Kelompok observasi pertama

Meski sudah dua kali berkunjung untuk observasi di SMAK, masih saja perasaan canggung melanda saya juga beberapa teman yang teramati dari ekspresi dan ucapannya. Hari pertama kami memulai kehidupan di sana untuk empat bulan ke depan adalah di senin pagi yang kelabu. Cuaca mendung menyiratkan hujan akan turun, tapi demi penyambutan resmi dan perkenalan kepada civitas sekolah, Pak Kepsek tetap menitahkan upacara dilangsungkan. Barulah saat hujan mengguyur selepas bendera dinaikkan, semua yang berdiri menahan rintik yang menderas akhirnya berlarian tak beraturan mencari tempat berteduh. Kami tidak jadi dikenalkan.

Penyambutan resmi dipimpin Pak Kepsek di ruang rapat dihadiri pimpinan divisi sekolah beserta dosen pembimbing kami, Ibu Army yang hangat bercengkerama dengan mantan teman sekolahnya serta mengenang jauh momen pernah bersekolah di SMAK. Selepas beragam petuah dan pesan juga foto bersama, kami tinggal di ruang rapat mengobrolkan rencana panjang selama di sana. Begitu terus hingga beberapa hari. Sampai kami bermigrasi ke ruang aula yang lebih lapang dan bebas dari kemungkinan dipakai guru-guru.

Masalah berpindah tempat sebagai markas istirahat layaknya kantor kami sudah biasa. Selama masa PPL kami yang berjumlah 16 orang sudah terbiasa berdesakan di ruang fitness berebut oksigen sambil mengipas diri menggunakan buku, hingga akhirnya tidak ada yang betah dan mencari tempat nyaman lain. Selama masa perekrutan siswa baru atau ketika akan digelar acara OSIS, kami beraktivitas di teras lantai tiga yang luas dan terbuka tempat para siswa suka nongkrong kalau sedang jam kosong. Perpustakaan pun pernah jadi tempat menunggu kami sampai ruang kelas yang kosong ditinggal nge-lab penghuninya. Sampai akhirnya sebuah ruang yang baru direnovasi dan ber-AC di lorong kecil dekat perpustakaan jadi ruangan kami. Meski tidak senyaman aula yang dingin dan terang oleh cahaya matahari dari jendela besar yang berhadapan panggung atau ruang rapat yang berkursi empuk, setidaknya kami tidak perlu cemas kalau ruangan akan dipakai untuk sebuah keperluan.

Foto Yuukino Hana.
Ibu, jangan tunjuk saya!


Sejak pekan terakhir Februari hingga pekan kedua April, selain mengajar di kelas penelitian dan jadi observer penelitian teman kami dibentuk tim yang bergiliran masuk di lab sesuai jadwal juga di ruang divisi yang berpasangan dengan lab. Istilahnya kami magang layaknya para PNS baru di sekolah itu tiap pekan. Meski sudah diberi tugas wajib begini, kadang kami merasa bingung harus berbuat apa. Tersebab jadwal magang di ruang divisi sedang tidak membutuhkan tenaga kami sehingga hari ke hari yang stagnan itu kadang kami isi dengan mengerjakan soal-soal yang diunduh dari internet atau menyelesaikan laporan yang belum lengkap referensinya.

Pendidik, observer dan peserta didiknya
Horeee dapat hadiah karena aktif :D
Hadiah untuk observer yang sudah setia menemani :D

Di lab, kami mengawasi siswa yang praktikum sembari turut belajar dari mereka dan mencuri dengar penjelasan pembimbing. Sayangnya, tim saya tidak pernah berkesempatan praktikum langsung di lab. sebab kerap bertepatan dengan jadwal observasi PTK dan mengajar. Dari lab, sekolah saya banyak belajar tentang hal baru yang minim diperoleh di lab. kampus juga mengundang kerinduan saya untuk nge-lab yang sering bikin khawatir kala rendemen yang diperoleh kecil dan hasil titrasi diluar prakiraan. Bingung mau membahas apa hingga kadang membuat beberapa orang berkalasimetri. Saya ndak loh ya!

Pertama kali berada di lab, banyak hal yang mengejutkan. Pembimbing yang selalu bernada tinggi kala menegur dan mengingatkan praktikan juga kemampuan para siswa yang jauh lebih mahir menggunakan alat dibanding saya yang lulusan pendidikan kimia ini. Selama di lab, saya sangat terinspirasi dengan beberapa cara membimbing dua orang guru: Ibu Maria dan Ibu Suhartini. Semua punya caranya masing-masing, tapi keduanya bagi saya selain membimbing juga benar-benar mendidik. Cara mereka menyampaikan sesuatu adalah apa yang saya impikan sejak dulu untuk menjadi seperti itu. Entah di lab volumetri, saya tidak masuk sih.

Selama di SMAK, kami dikunjungi tiga dosen pembimbing selama tiga kali. Meski tidak lama dan benar-benar hanya sekadar tatap muka. Terkadang ada kegembiraan yang terselip di samping diskusi tentang rasa khawatir dan grogi kami di grup Watsap apalagi jika harus disaksikan mengajar di kelas secara langsung.

Kami cukup menikmati acara tahunan OSIS yang cukup memberi hiburan selama berada di SMAK seperti peringatan Isra Mi’raj yang penampilan teaternya sebenarnya yang paling ditunggu sejak acara dimulai dan sosialisasi dari anggota DPRD yang meski bikin ngantuk semakin sore menjelang tapi disenangi di akhir karena ada pembagian uang hijau dan cokelat dibungkus selembar amplop untuk para siswa juga kami.

Bersama dengan langkah kami yang pergi meninggalkan SMAK, walau hanya pernah empat bulan akan ada memori manis dan pelajaran berharga yang tersimpan di ruang kenangan kami sebagai bekal untuk masa depan. Kami akan rindu udara aula yang selalu bersih dan teratur saat kami datang berkat bapak yang suka bersih-bersih dan kadang menghibur itu. Senin pagi untuk upacara dan jumat yang paling ditunggu untuk senam lalu kadang ikut sarapan bersama guru-guru. Kantin yang akan selalu jadi tempat tujuan setiap hari, pisang goreng dan tempe adalah yang paling favorit. Atmosfer aktivitas siswa dan guru, terutama kepada ibu pamong saya Ibu Orpa Matana yang senantiasa memberi saran dan hiburan. Padahal saat pertama kali bertemu saya takut bahkan untuk berbicara dengannya, tapi dia asli baik.

Setiap kali saya ke ruangan Ibu Orpa, beliau selalu berpesan setelah banyak cerita-cerita: nanti kalau ada rezeki dan di tugaskan di tempat terpencil, terima saja. Jangan kabur! Setahun dua tahun itu juga akan bisa pindah. Yang penting itu bisa resmi!

Hari ketiga bulan Juli yang dingin dan basah oleh hujan yang terus mengguyur sejak semalam, pagi yang ceria walau tanpa mentari yang hangat menyinari kami resmi dijemput pulang meninggalkan SMAK dan segenap cerita yang pernah tertuang di dalamnya. Pak Kepsek dalam sambutannya memberi wejangan: tinggalkan semua yang buruk di sini dan bawa pergi (ambil pelajaran) semua yang baik. SMAK telah menjadi bagian dari perjalanan yang tidak singkat ini.

Penarikan, yey!

Pak Alimin, dosen pembimbing kami yang juga perwakilan P3G datang menjemput. Acara penarikan dihadiri Pak Kepsek, ketiga guru pamong, dan Pak Bahtiar yang selalu perhatian itu. Ada sedih yang menggantung di mata beberapa kawan, ‘senyum’ yang menyambut hari esok penuh rahasia—ujian akhir dan uji kinerja di depan mata, juga doa-doa yang mengiring masa akhir perjalanan kami. Terima kasih untuk pihak SMAK yang telah menerima kami dengan terbuka, permohonan maaf selalu kami sampaikan jika ada sesuatu yang tidak berkenan di hati, terutama tentang tingkah laku kami yang tidak diharapkan.

Siapa yang memberi, siapa yang penasaran melihat isinya... hm...
  
Makan bareng *o*

Semoga tulisan ini tidak menyaingi laporan PPL dan terima kasih untuk semua hal!***


Foto: hasil kiriman Ozy, Kak Kasmir, Kak Asiah



Ditulis pada pekan ketiga Juni, menjelang masa penarikan—rewrite 3 Juli 2018

0 komentar